Terlibat Drama Kantor, Resign atau Abaikan Saja?

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   08 November 2019
Terlibat Drama Kantor, Resign atau Abaikan Saja?Terlibat Drama Kantor, Resign atau Abaikan Saja?

Halodoc, Jakarta - Menonton Drama Korea (drakor) mungkin terdengar mengasyikan untuk banyak orang. Bahkan, ada yang sampai ketagihan melihat artis kesayangannya tampil dalam alur cerita tersebut. Namun, apa jadinya bila dirimu yang terlibat dalam drama itu? 

Ehh, tunggu dulu, drama yang dimaksud di sini bukan drakor, lho. Melainkan drama yang terjadi di lingkungan kantor alias drama kantor. Enggak usah heran, Berselisih dengan rekan di kantor bukanlah sebuah hal yang langka. Banyak kok orang-orang yang terlibat konflik atau emosi dengan rekan kerjanya, bahkan atasannya. 

Drama kantor pastinya membuat suasana jadi enggak nyaman dan runyam. Parahnya lagi, ketika sudah mencapai ambang batas, drama kantor bisa membuat orang yang terlibat jadi stres. Alhasil, kesehatan mental pun jadi terganggu. 

Nah, kalau sudah begini, jangan heran bila timbul rasa ogah atau enggan untuk melangkahkan kaki ke kantor. Berlebihan? Bisa iya, bisa tidak, bergantung dari konflik yang dihadapinya.

Pertanyaannya, ketika berselisih dengan rekan di kantor, sikap seperti apa yang mesti kita ambil? Abaikan saja atau harus mengambil langkah terakhir, membereskan barang-barang pribadi, dan… resign? 

Baca juga: Ini 6 Cara Bersaing Sehat dengan Rekan Kerja

Hadapi Tanpa Basa-Basi

Klasik memang, tetapi kalimat setelah ini benar adanya. Setiap pekerja tentunya ingin bekerja dengan sebaik mungkin, sehingga dapat menyelesaikan semua tugas tanpa hambatan. Setuju? 

Makanya lingkungan kerja yang oke dan nyaman, selalu menjadi incaran untuk menjadi tempat kerja impian. Sialnya, tak semua orang beruntung mendapatkan kesempatan tersebut. Sudah tempat kerja tidak tentram, mesti terlibat drama kantor lagi. Mungkin kita hanya bisa geleng-geleng kepala saja membayangkan hal tersebut.

Drama kantor memang unik dan unpredictable, seperti drakor. Ada yang berapi-api dan bersemangat untuk terlibat dalam drama yang menghanyutkan. Ada pula yang bijak dan belajar dari pengalaman. Mereka lebih memilih menghindar dan fokus pada pekerjaan, stay cool sajalah pokoknya. 

Seperti penjelasan di atas, terlibat drama kantor yang berlarut-larut barang pasti membuat kesehatan mental tergerus. Kondisi ini bisa memicu stres, bahkan depresi. Lalu, bagaimana menghadapi drakor? 

Memang selalu ada godaan untuk meluapkan emosi ketika berhadapan dengan Si Racun. Namun, alih-alih melakukan hal tersebut, cobalah pendekatan langsung, jujur, dan tenang. Cobalah tanyakan pada mereka mengenai hubungan kalian. Misalnya “Saya merasa interaksi kita penuh tekanan karena…… dan saya merasa terganggu….. Saya ingin hubungan kerja kita meningkat. Saran apa yang Anda miliki untuk saya?”.

Mudah, kan? Cara seperti ini lebih efektif ketimbang menghadapi mereka dengan ketus dan penuh emosi. Hal yang perlu diingat, lakukan langkah ini tanpa baper atau sentimen. 

Baca juga: 4 Tips untuk Hindari Teman Kerja Bermuka Dua

Libatkan Mediator atau Terapis

Emosi penting untuk kestabilan jiwa, asalkan disalurkan pada tempat yang tepat. Nah, ketika berselisih dengan rekan di kantor, cobalah libatkan human resource (HR) sebagai mediator. Langkah ini bisa kamu ambil ketika drama kantor sudah sangat membebani diri. Apalagi ketika kita merasa dikucilkan atau dilecehkan dengan rekan kerja. 

Selain HR, kita juga bisa meminta bantuan profesional, seperti terapis untuk membantu menjernihkan pikiran. Ingat, tak semua orang kuat berhadapan dengan drama kantor. 

Oleh sebab itu, adalah sebuah hal yang lumrah dan wajar untuk berbicara pada terapis. Tujuannya jelas, agar kesehatan mental kita tetap terjaga. Kamu bisa kok bertanya langsung pada psikolog melalui aplikasi Halodoc.

Bukan Kalah, tetapi Melangkah ke Depan

Ingat, meski kita tak menyukai kepribadian bos atau rekan kerja yang terlibat perselisihan dengan kita, tetapi cobalah untuk tetap profesional. Sekali lagi, merupakan hal yang amat wajah bila sesama rekan kerja terlibat perselisihan atau konflik. 

Alasannya jelas, pada dasarnya enggak semua orang memiliki perspektif dan cara kerja yang sama. Maka dari itu, maklumi saja bila ada perbedaan di lingkungan kantor. 

Namun, andaikan cara-cara di atas tak ampuh, apalagi bila drakor sudah membebani diri, kesehatan mental terganggu, bahkan kualitas hidup menurun, maka mau tak mau kita mesti mengambil langkah terakhir. 

Sadari kalau ini bukan perlombaan, jadi resign bukan berarti kalah. Kita memilih resign demi terciptanya suasana dan kualitas hidup yang lebih baik. Ingat pula, hampir sepertiga waktu kita dalam sehari digunakan untuk bekerja. Akan tetapi, keputusan untuk resign harus benar-benar matang. Jangan hanya karena keputusan impulsif atau emosi sesaat. 

Bagaimana, masih mau memainkan peran dalam kisah drama kantor? 

Mau tahu lebih jauh mengenai masalah di atas? Atau memiliki keluhan kesehatan lainnya? Kamu bisa kok bertanya langsung pada psikolog atau dokter melalui aplikasi Halodoc. Lewat fitur Chat dan Voice/Video Call, kamu bisa kapan dan di mana saja mengobrol dengan dokter ahli tanpa perlu ke luar rumah. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga di App Store dan Google Play!

Referensi: 
Reader’s Digest. Diakses pada 2019. Work Stress: 34 Tricks to Reduce Stress at Work.
Forbes Mag. Diakses pada 2019. 5 Ways To Stay Mentally Strong When You're Dealing With A Toxic Coworker .

 

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan