Viral Kasus Bullying di Pontianak, Sudah Masuk Kategori Kekerasan Seksual

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   10 April 2019
Viral Kasus Bullying di Pontianak, Sudah Masuk Kategori Kekerasan SeksualViral Kasus Bullying di Pontianak, Sudah Masuk Kategori Kekerasan Seksual

Halodoc, Jakarta - Kabar mengejutkan datang dari para pelajar di Pontianak, Kalimantan Barat. Aksi pengeroyokan yang dilakukan 12 siswi SMA kepada seorang siswa SMP yang kemudian dikenal dengan nama Audrey membuat banyak orang geram dan murka.

Menurut laporan, para pelaku tersebut membenturkan kepala korban ke aspal, menendang perut korban secara berkali-kali, mencekik, hingga menyiram dengan air secara bergantian. Parahnya lagi, salah satu pelaku mencoba melakukan penyerangan ke bagian intim korban hingga menimbulkan luka.

Kini Audrey dikabarkan masih menjalani perawatan di rumah sakit untuk memeriksakan kondisi tubuhnya dan mengidentifikasi luka. Dugaan sementara yang menjadi pemicu tindakan kekerasan ini adalah masalah asmara dan saling komentar di media sosial. Kasus Audrey sempat menjadi salah satu topik terpopuler dunia di twitter, dengan tagar #JusticeForAudrey.

Melansir sejumlah media, pengeroyokan terhadap Audrey ini telah terjadi pada Jumat, 29 Maret 2019. Namun orangtua Audrey baru melaporkan ke Polsek Pontianak Selatan satu pekan kemudian, pada Jumat, 5 April 2019. Eka Nurhayati Ishak selaku Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, mengatakan pihaknya pada Jumat (5/4) sekitar pukul 13.00 WIB, menerima aduan dari korban yang didampingi langsung oleh ibunya. Dalam aduan itu, korban melaporkan dirinya mengalami kekerasan fisik dan psikis, seperti ditendang, dipukul, diseret sampai kepalanya dibenturkan ke aspal. Selain itu, dari pengakuan korban, pelaku utama penganiayaan ada tiga orang, sementara sembilan orang lainnya hanya sebagai penonton.

Baca Juga:  5 Tips bagi Orangtua saat Anak jadi Korban Bullying

Mengapa Kasus Bullying Audrey Bisa Dikatakan sebagai Kekerasan Seksual?

Bullying adalah masalah besar yang memengaruhi banyak anak. Melansir KidsHealth, tiga perempat dari semua anak mengatakan mereka pernah diintimidasi dan diejek. Diintimidasi membuat anak-anak merasa terpuruk, dan tekanan untuk menghadapinya membuat mereka merasa sakit. Efek dari tindakan bullying ini dapat menjadi trauma berat yang membutuhkan bantuan psikolog. Setelah kasus yang dihadapi Audrey, ia dapat merasa tidak nyaman untuk kembali ke sekolah, atau bermain dengan teman-teman sebayanya.

Namun, jika ditelusuri lebih jauh lagi, kasus ini tidak bisa lagi dikatakan sebagai bullying. Melansir VOA Indonesia, psikolog anak Elizabeth Santosa mengungkapkan aksi kekerasan 12 siswi di Pontianak itu terjadi karena kombinasi sejumlah hal, yaitu perilaku kolektif ikut-ikutan, digabung dengan hormon labil remaja.

Sayangnya para pelaku ini tidak sadar bahwa aksinya berdampak buruk baik pada orang lain maupun diri sendiri. Menurutnya, kekerasan fisik hingga seksual dilakukan sebagai pelampiasan emosi para remaja ini. Karena bisa saja sebagai remaja, mereka melihat keperawanan sebagai hal yang suci, dan merenggutnya dianggap sebagai ungkapan kemarahan yang layak.

Elizabeth Santosa mengungkapkan sulitnya penanganan kasus dugaan kekerasan fisik dan kekerasan seksual oleh anak, karena di dalam sistem hukum yang diterapkan di negeri ini.  Semua orang yang berusia di bawah 18 tahun, dipanggil anak-anak dan ini kelemahannya. Bisa saja ia terbebas dari hukuman lantaran usianya yang masih disebut anak-anak.

Baca Juga: 4 Cara Mengembalikan Kepercayaan Diri pada Anak

Masalah Pola Asuh

Bisa dikatakan pelaku bullying biasanya memiliki proses pengasuhan yang kurang sehat dari orangtua maupun pengaruh lingkungan sekitarnya. Selain itu, pelaku bullying biasanya memiliki temperamen yang sulit ditangani secara baik. Faktor-faktor tersebut mendorong anak menjadi seorang pelaku bullying yang senang menindas orang lain yang dianggapnya lemah.

Namun menurut ahli, berdasarkan kajian teoritis dan asumsi ilmiah, anak-anak dengan kategori itu bisa saja dibesarkan dengan pola asuh permisif atau otoriter. Terkait dengan fenomena bullying, tidak bisa ditentukan apakah pola asuh bisa menyebabkan anak menjadi pelaku bullying. Pasalnya, tidak ada sesuatu yang pasti jika terkait dengan manusia. Artinya, pola asuh yang sama, bisa membentuk anak menjadi pribadi yang berbeda-beda.

Baca Juga:  6 Trauma Akibat Kekerasan Seksual

Menghadapi bullying dan mengatasi trauma hebat setelahnya bukan hal mudah bagi Si Kecil. Oleh karena itu, jika bullying mulai berdampak pada kondisi psikisnya, kamu perlu berbicara pada dokter. Kamu bisa memanfaatkan fitur Talk to a Doctor pada aplikasi Halodoc untuk berbicara pada dokter melalui Chat, Voice Call, atau Video Call. Jadi, ayo download aplikasi Halodoc di App Store dan Google Play.

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan