Akalasia Bisa Terjadi Saat Sistem Imun Terancam

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   03 Oktober 2018
Akalasia Bisa Terjadi Saat Sistem Imun TerancamAkalasia Bisa Terjadi Saat Sistem Imun Terancam

Halodoc, Jakarta – Cukup familiar kah kamu dengan penyakit akalasia? Namun, gejalanya mungkin pernah kamu rasakan. Akalasia merupakan kondisi hilangnya kemampuan kerongkongan (esofagus) untuk mendorong makanan atau minuman dari mulut ke lambung. Penyakit ini tergolong penyakit yang jarang terjadi dan dapat menyerang orang di berbagai usia dan jenis kelamin.

Akalasia bisa terjadi ketika saraf pada dinding kerongkongan yang menghubungkan mulut dengan lambung mengalami kerusakan dan berhenti berfungsi secara normal. Umumnya, otot bagian bawah kerongkongan (lower esophageal sphincter) akan terbuka secara otomatis, agar makanan dapat masuk ke lambung. Namun pada penderita akalasia, LES tidak membuka dan menutup secara normal. Alhasil, makanan pun menumpuk di bagian bawah kerongkongan atau naik kembali ke pangkal kerongkongan.

Penyebab utama akalasia memang belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang diduga berpotensi meningkatkan risiko terjadinya akalasia, di antaranya:

  1. Gangguan sistem imun. Akalasia diduga disebabkan oleh kesalahan sistem imun yang menyerang sel saraf kerongkongan, sehingga saraf kerongkongan mengalami penurunan fungsi.
  2. Faktor keturunan. Akalasia diduga diturunkan dari orangtua yang mengalami akalasia.
  3. Infeksi virus, misalnya virus herpes.

Gejala Akalasia

Gejala akalasia muncul secara bertahap. Seiring berjalannya waktu, fungsi kerongkongan akan semakin lemah dan muncul beberapa gejala seperti berikut:

  1. Disfagia, kondisi saat penderita akalasia kesulitan, bahkan kesakitan ketika menelan makanan dan minuman.
  2. Heartburn, merupakan rasa panas atau perih di ulu hati akibat asam lambung yang naik ke kerongkongan.
  3. Regurgitasi, kondisi ketika makanan atau minuman kembali naik ke tenggorokan.
  4. Nyeri dada.
  5. Muntah yang mengalir atau menetes dari mulut.
  6. Penurunan berat badan.

Jika gejala akalasia dibiarkan tanpa pengobatan, risiko terjadinya kanker esofagus akan meningkat.

Diagnosis Akalasia

Diagnosis akalasia bisa dilakukan dengan pemeriksaan rontgen kerongkongan yang diambil ketika pengidap menelan barium yang akan menunjukan hilangnya gerakan peristaltik. Kerongkongan melebar, seringkali terdapat dalam ukuran yang tidak normal, tetapi bagian bawahnya menyempit. Pengukuran tekanan di dalam kerongkongan (manometer) menunjukkan berkurangnya kontraksi, meningkatnya tekanan menutup dari katup bagian bawah ,dan pembukaan katup yang tidak lengkap pada saat pengidap menelan.

Esofagoskopi menunjukkan pelebaran kerongkongan tanpa penyumbatan. Dengan menggunakan esofagoskopi bisa diambil contoh jaringan untuk biopsy. Tujuannya yaitu untuk meyakinkan bahwa gejalanya tidak disebabkan oleh kanker pada ujung bawah kerongkongan.

Sementara itu, ada beberapa komplikasi yang bisa dialami pengidap akalasia, di antaranya:

  1. Pneumonia aspirasi, terjadi ketika makanan atau cairan masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan infeksi.
  2. Perforasi esofagus, yaitu kondisi robeknya dinding kerongkongan atau esofagus. Perforasi esofagus dapat menyebabkan infeksi yang mengancam jiwa pasien.
  3. Kanker esofagus. Akalasia berisiko menimbulkan kanker esofagus.

Pencegahan Akalasia

Akalasia cenderung sulit untuk dicegah. Namun, pengidapnya dapat mencegah timbulnya komplikasi, di antaranya dengan cara berikut ini:

  1. Memperbanyak minum ketika sedang makan.
  2. Mengunyah makanan dengan baik sebelum ditelan.
  3. Menjalani pola makan dengan porsi kecil dan lebih sering.
  4. Menghindari makan sebelum tidur, berikan waktu minimal 3 jam sebelum tidur.
  5. Menghindari tidur dengan posisi datar gunakan bantal untuk menyanggah kepala. Hal ini dilakukan untuk mencegah asam lambung naik ke kerongkongan.
  6. Berhenti merokok.

Jika kamu memiliki salah satu tanda atau gejala yang disebutkan di atas atau jika kamu memiliki pertanyaan, sebaiknya diskusikan dengan dokter di Halodoc. Sebab, tubuh setiap orang bereaksi berbeda-beda, kamu akan terbantu jika selalu berdiskusi dengan dokter mengenai hal terbaik bagi kondisi kamu. Diskusi bisa dilakukan dengan mudah melalui Chat atau Voice/Video Call. Yuk, download aplikasinya sekarang!

Baca juga:



Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan