Advertisement

Belum Tahu Arti Tone Deaf dalam Media Sosial? Ini Penjelasan dan Gejalanya pada Seseorang

6 menit
Ditinjau oleh  dr. Caisar Dewi Maulina   02 Oktober 2025

Tone deaf adalah istilah yang digunakan pada seseorang yang tak memiliki kemampuan untuk peka terhadap perasaan orang lain.

Belum Tahu Arti Tone Deaf dalam Media Sosial? Ini Penjelasan dan Gejalanya pada SeseorangBelum Tahu Arti Tone Deaf dalam Media Sosial? Ini Penjelasan dan Gejalanya pada Seseorang

DAFTAR ISI


Pernah mendengar istilah “tone deaf” dalam saat berselancar di dunia maya atau media sosial? Berbagai platform media sosial seperti X, Instagram, hingga TikTok semakin berlalu-lalang istilah tone deaf yang biasanya diberikan kepada seseorang, sekelompok orang, atau bahkan sebuah peristiwa. 

Lantas, apa sebenarnya makna dari tone deaf? Dan bagaimana sebenarnya memaknai tone deaf dalam konteks bermedia sosial? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini. 

Apa Itu Tone Deaf?

Dalam era digital ini, istilah baru sering muncul dan menjadi populer di media sosial. Salah satunya adalah tone deaf. Secara harfiah, tone deaf berarti tuli nada.

Namun, dalam konteks media sosial, istilah ini memiliki makna yang berbeda. Lantas, apa arti sebenarnya dari tone deaf dalam media sosial?

Secara sederhana, tone deaf adalah ketidakpekaan seseorang terhadap situasi atau perasaan orang lain.

Orang yang tone deaf sering kali membuat komentar atau tindakan yang tidak pantas atau tidak sensitif terhadap isu-isu yang sedang hangat diperbincangkan.

Hal ini bisa terjadi karena kurangnya empati atau pemahaman terhadap perspektif orang lain.

Dalam dunia medis, tone deaf atau ketidakmampuan membedakan nada dikenal sebagai amusia.

Amusia adalah gangguan neurologis yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk memproses atau memahami musik.

Kondisi ini dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk membedakan tinggi rendah nada, ritme, atau melodi. Penting untuk dibedakan bahwa penggunaan istilah tone deaf di media sosial berbeda dengan definisi medis amusia.

Suka bermain media sosial? Kamu harus tahu Pengaruh Media Sosial terhadap Self Harm: Fakta dan Cara Menghadapinya. 

Penyebab Tone Deaf

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi tone deaf, baik dalam artian medis maupun dalam konteks sosial:

  • Faktor Neurologis (Amusia): Penelitian menunjukkan bahwa amusia dapat disebabkan oleh perbedaan dalam struktur atau fungsi otak. Beberapa studi pencitraan otak menunjukkan bahwa orang dengan amusia mungkin memiliki aktivitas yang berkurang di area otak yang terkait dengan pemrosesan musik.
  • Kurangnya Empati: Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang orang lain rasakan. Seseorang yang kurang memiliki empati mungkin sulit untuk memahami bagaimana orang lain akan bereaksi terhadap komentar atau tindakan tertentu.
  • Kurangnya Kesadaran Sosial: Kesadaran sosial melibatkan pemahaman tentang norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku. Seseorang yang kurang memiliki kesadaran sosial mungkin tidak menyadari bahwa komentar atau tindakan mereka tidak pantas atau menyinggung.
  • Perbedaan Perspektif: Setiap orang memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda. Perbedaan perspektif ini dapat menyebabkan seseorang gagal memahami mengapa orang lain merasa tersinggung atau tidak nyaman dengan komentar atau tindakan tertentu.
  • Kurangnya Informasi: Kadang-kadang, seseorang bisa menjadi tone deaf karena kurangnya informasi atau pemahaman tentang isu yang sedang diperbincangkan.

Gejala Tone Deaf di Media Sosial

Ada beberapa gejala yang sering muncul ketika seseorang atau sebuah kelompok dianggap tone deaf di media sosial. Berikut beberapa gejalanya:

1. Pernyataan meremehkan pada isu sosial dan politik

Contohnya saat seseorang memberikan komentar atau postingan yang berhubungan dengan isu sosial, politik, atau budaya yang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat. Nah, mereka yang dinilai  tone deaf cenderung membuat lelucon atau pernyataan yang meremehkan isu-isu yang sedang ramai tersebut. 

Adakah Hubungan Kecanduan Media Sosial dan Kesehatan Mental? 

2. Mengabaikan konteks atau budaya

Salah satu gejala tone deaf adalah ketika seseorang mengunggah konten yang tidak mempertimbangkan latar belakang budaya atau perasaan publik atas konten tersebut. Biasanya hal ini berhubungan dengan penggunaan simbol, gambar, atau bahaya yang menyinggung norma budaya tertentu. 

3. Menunjukkan ketidakpedulian terhadap sekitar

Biasanya kondisi ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap norma sosial. Mereka yang mengalami tone deaf, cenderung bersikap acuh tak acuh terhadap situasi sosial di sekitarnya.

4. Menggunakan humor yang menyinggung

Humor yang menyinggung atau tidak tepat biasanya disampaikan oleh orang-orang yang tone deaf. Sering kali postingan dari pihak-pihak tone deaf juga sengaja diunggah untuk menyinggung kelompok atau isu tertentu. 

Merasa penat ketika bermain media sosial? Ini Tanda Kamu butuh Detoks Sosial Media. 

5. Tidak menanggapi kritik atau komentar

Salah satu gejala lain dari tone deaf pada media sosial adalah ketidakmampuan individu untuk memberikan respon terhadap kritik atau komentar yang diterima di media sosial. 

Individu yang tone deaf cenderung akan menanggapi dengan cara defensif dan meremehkan. 

Apakah Tone Deaf Bisa Disembuhkan?

Dalam konteks medis (amusia), belum ada penyembuhan yang pasti untuk kondisi ini.

Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelatihan musik tertentu dapat membantu meningkatkan kemampuan pemrosesan musik pada orang dengan amusia. Terapi wicara juga dapat membantu, terutama jika amusia disebabkan oleh kerusakan otak akibat stroke atau cedera kepala.

Dalam konteks sosial, tone deaf bukanlah kondisi medis yang memerlukan penyembuhan.

Namun, seseorang dapat belajar untuk menjadi lebih peka terhadap perasaan dan perspektif orang lain dengan meningkatkan kesadaran diri, empati, dan kesadaran sosial.

Cara Mengatasi Tone Deaf

Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi tone deaf, baik dalam artian medis maupun sosial:

  • Pelatihan Musik (untuk Amusia): Pelatihan musik yang terstruktur dapat membantu meningkatkan kemampuan pemrosesan musik pada orang dengan amusia. Konsultasikan dengan terapis musik atau ahli neurologi untuk mendapatkan program pelatihan yang sesuai.
  • Meningkatkan Kesadaran Diri: Sadari bahwa setiap orang memiliki perspektif dan pengalaman yang berbeda. Cobalah untuk memahami bagaimana komentar atau tindakan Anda dapat memengaruhi orang lain.
  • Berlatih Empati: Tempatkan diri Anda pada posisi orang lain dan cobalah untuk merasakan apa yang mereka rasakan. Dengarkan dengan saksama apa yang mereka katakan dan perhatikan bahasa tubuh mereka.
  • Meningkatkan Kesadaran Sosial: Pelajari tentang norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku. Perhatikan bagaimana orang lain berinteraksi dan berkomunikasi dalam berbagai situasi.
  • Mencari Umpan Balik: Mintalah umpan balik dari orang-orang terpercaya tentang komentar atau tindakan Anda. Bersedia untuk menerima kritik dan belajar dari kesalahan.
  • Berhati-hati dalam Berkomunikasi: Pikirkan sebelum berbicara atau bertindak. Pertimbangkan dampak dari kata-kata atau tindakan Anda terhadap orang lain. Hindari membuat komentar atau tindakan yang dapat dianggap menyinggung atau tidak sensitif.

Kesimpulan

Dengan semakin berkembangkan media sosial dan dunia digital, penting untuk mengetahui berbagai fenomena dan istilah yang muncul, salah satunya tone deaf.

Melihat bagaimana tone deaf merupakan istilah yang cenderung negatif, ada baiknya kamu menghindari perilaku tersebut, dan memiliki sensitivitas terhadap isu dan keadaan sosial di masyarakat. 

Jika Anda mengalami gejala amusia atau masalah kesehatan mental lainnya, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.

Konsultasi dengan psikolog atau psikiater kini lebih mudah dan praktis melalui Halodoc. 

Kamu bisa beli obat online atau produk kesehatan lainnya dengan praktis dan mudah di Apotek Online Halodoc

Toko Kesehatan Halodoc Produknya 100% asli dan tepercaya. Tanpa perlu antre, obat bisa diantar hanya dalam 1 jam langsung dari apotek terdekat dari lokasi kamu berada. 

Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga dan dapatkan obat dari apotek 24 jam terdekat! 

Referensi: 
PublicAffairs. Diakses pada 2025. The Net Delusion: The Dark Side of Internet Freedom. 
Journal of Marketing and Social Media. Diakses pada 2025. Cultural Insensitivity in Advertising. 
Social Media and Society Journal. Diakses pada 2025. The Fine Line Between Humor and Harm: A Study of Social Media in the Age of Political Correctness.