Cari Tahu Lebih Jauh Mengenai Epilepsi Simptomatik

Ditinjau oleh  dr. Verury Verona Handayani   12 November 2020
Cari Tahu Lebih Jauh Mengenai Epilepsi Simptomatik Cari Tahu Lebih Jauh Mengenai Epilepsi Simptomatik

Halodoc, Jakarta - Epilepsi adalah gangguan sistem saraf pusat (neurologis) ketika aktivitas otak menjadi tidak normal. Alhasil, pengidapnya akan mengalami kejang atau periode perilaku yang tidak biasa, sensasi, dan terkadang kehilangan kesadaran.

Siapapun bisa mengembangkan epilepsi. Ia bisa menyerang pria dan wanita dari semua ras, latar belakang etnis, dan usia. Gejala kejang bisa sangat bervariasi. Beberapa pengidap epilepsi hanya menatap kosong selama beberapa detik selama kejang, sementara yang lain berulang kali menggerakkan lengan atau kaki mereka. Mengalami kejang tunggal tidak berarti kamu mengidap epilepsi. Setidaknya dua kejang yang tidak diprovokasi umumnya diperlukan untuk diagnosis epilepsi.

Namun berdasarkan penyebabnya, epilepsi dibagi menjadi dua jenis. Pertama adalah epilepsi idiopatik, yaitu epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui. Kedua adalah epilepsi simptomatik, yakni epilepsi yang terjadi akibat suatu penyakit yang menyebabkan kerusakan pada otak.

Baca juga: Epilepsi Bisa Sembuh atau Selalu Kambuh? 

Lebih Jauh Tentang Epilepsi Simptomatik

Mengutip Mayo Clinic, sayangnya pada sekitar setengah orang dengan kondisi epilepsi tidak diidentifikasi apa penyebabnya. Namun di separuh lainnya, kondisi ini dapat ditelusuri ke berbagai faktor. Pada epilepsi simptomatik, penyebabnya antara lain: 

  • Pengaruh Genetik. Beberapa jenis epilepsi, yang dikategorikan berdasarkan jenis kejang yang dialami atau bagian otak yang terpengaruh, terjadi dalam keluarga. Dalam kasus ini, kemungkinan ada pengaruh genetik. Peneliti telah mengaitkan beberapa jenis epilepsi dengan gen tertentu, tetapi bagi kebanyakan orang, gen hanyalah bagian dari penyebab epilepsi. Gen tertentu mungkin membuat seseorang lebih peka terhadap kondisi lingkungan yang memicu kejang.
  • Trauma Kepala. Trauma kepala akibat kecelakaan mobil atau cedera traumatis lainnya dapat menyebabkan epilepsi.
  • Kerusakan Otak. Kondisi otak yang menyebabkan kerusakan otak, seperti tumor otak atau stroke, bisa menyebabkan epilepsi. Stroke adalah penyebab utama epilepsi pada orang dewasa yang berusia di atas 35 tahun.
  • Penyakit Menular. Penyakit infeksi, seperti meningitis, AIDS dan virus ensefalitis, dapat menyebabkan epilepsi.
  • Cedera Prenatal. Sebelum lahir, bayi sensitif terhadap kerusakan otak yang bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti infeksi pada ibu, gizi buruk atau kekurangan oksigen. Kerusakan otak ini bisa mengakibatkan epilepsi atau cerebral palsy.
  • Gangguan Perkembangan. Epilepsi terkadang dapat dikaitkan dengan gangguan perkembangan, seperti autisme dan neurofibromatosis.

Baca juga: Inilah 7 Mitos Seputar Epilepsi yang Perlu Diketahui

Faktor Risiko Epilepsi Simptomatik

Ada juga beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko epilepsi:

  • Usia. Timbulnya epilepsi paling sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang lebih tua, tetapi kondisi ini dapat terjadi pada semua usia.
  • Riwayat Keluarga. Jika keluargamu memiliki riwayat epilepsi, kamu mungkin berisiko lebih tinggi mengalami gangguan kejang.
  • Cedera Kepala. Cedera kepala bertanggung jawab atas beberapa kasus epilepsi. Kamu dapat mengurangi risiko dengan mengenakan sabuk pengaman saat mengendarai mobil dan dengan mengenakan helm saat bersepeda, bermain ski, mengendarai sepeda motor, atau melakukan aktivitas lain yang berisiko tinggi mengalami cedera kepala.
  • Stroke dan Penyakit Pembuluh Darah Lainnya. Stroke dan penyakit pembuluh darah (vaskular) lainnya dapat menyebabkan kerusakan otak yang dapat memicu epilepsi. Kamu dapat mengambil sejumlah langkah untuk mengurangi risiko penyakit ini, termasuk membatasi asupan alkohol dan menghindari rokok, makan makanan yang sehat, dan berolahraga secara teratur.
  • Demensia. Demensia dapat meningkatkan risiko epilepsi pada orang dewasa yang lebih tua.
  • Infeksi Otak. Infeksi seperti meningitis, yang menyebabkan peradangan di otak atau sumsum tulang belakang, dapat meningkatkan risiko.
  • Kejang di Masa Kecil. Demam tinggi di masa kanak-kanak terkadang bisa dikaitkan dengan kejang. Anak-anak yang mengalami kejang karena demam tinggi umumnya tidak akan mengalami epilepsi. Risiko epilepsi meningkat jika anak mengalami kejang lama, kondisi sistem saraf lain, atau riwayat epilepsi dalam keluarga. 

Baca juga: Perlukah Pengidap Epilepsi Melakukan EEG dan Brain Mapping?

Jika kamu masih ingin tahu lebih banyak mengenai epilepsi simptomatik, jangan ragu untuk tanyakan pada dokter di Halodoc. Ambil smartphone-mu sekarang dan nikmati kemudahan bicara dengan dokter kapan dan di mana saja hanya lewat Halodoc!

Referensi:
Mayo Clinic. Diakses pada 2020. Epilepsy.
Patient. Diakses pada 2020. Epilepsy and Seizures.
WebMD. Diakses pada 2020. Common Epilepsy Causes and Seizure Triggers. 

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan