Cek Fakta: Benarkah Pseudobulbar Affect Berbeda dengan Depresi?
“Pseudobulbar affect seringnya melibatkan tangisan, sehingga sering disalahartikan sebagai depresi. Namun, hal yang perlu ditegaskan adalah keduanya merupakan kondisi berbeda tetapi saling berkaitan.”

Halodoc, Jakarta – Pseudobulbar affect adalah suatu kondisi yang ditandai dengan episode tiba-tiba tak terkendali seperti tertawa dan menangis.
Kondisi ini biasanya terjadi pada orang dengan kondisi atau cedera neurologis tertentu, yang mungkin memengaruhi cara otak mengontrol emosi.
Jika kamu mengalaminya, kamu akan mengalami emosi secara normal, tetapi terkadang akan mengekspresikannya dengan cara yang berlebihan.
Apalagi jika dalam episode yang muncul tiba-tiba tersebut kamu menangis dan tertawa mendadak
Alhasil, orang di sekitar yang melihat menganggap kamu mengalami depresi. Padahal, pseudobulbar affect adalah kondisi yang berbeda dengan depresi. Lalu, apa perbedaannya?
Perbedaan Pseudobulbar Affect dengan Depresi
Pseudobulbar affect seringnya tidak terdiagnosis atau banyak orang salah artikan sebagai gangguan mood. Orang dengan kondisi ini kerap tertawa tak terkendali dalam menanggapi komentar yang agak lucu.
Pengidapnya juga bisa saja tiba-tiba tertawa sambil menangis dalam situasi yang menurut orang lain tidak lucu atau menyedihkan. Respons emosional ini biasanya mewakili perubahan dari cara pengidap merespons sebelumnya.
Karena kondisi ini seringnya melibatkan tangisan sehingga kerap banyak orang anggap sebagai gejala depresi. Namun, Pseudobulbar affect cenderung berdurasi pendek, sementara depresi menyebabkan perasaan sedih yang terus-menerus.
Orang-orang dengan kondisi depresi juga mengalami gejala lain seperti gangguan tidur atau kehilangan nafsu makan.
Tak hanya itu, ada sejumlah gejala depresi yang butuh penanganan psikolog namun kerap diabaikan. Simak apa saja gejala tersebut dalam artikel: Catat, Ini Gejala Depresi yang Butuh Bantuan Psikolog.
Meski begitu terkadang depresi juga dialami oleh mereka yang mengidapnya. Selain itu, kondisi ini juga biasanya terjadi pada orang dengan kondisi atau cedera neurologis, termasuk:
- Stroke.
- Sklerosis lateral amiotrofik.
- Sklerosis multipel.
- Cedera otak traumatis.
- Penyakit Alzheimer.
- Penyakit Parkinson.
- Cedera pada jalur neurologis yang mengatur ekspresi eksternal emosi.
Gejala parah dapat menyebabkan rasa malu, isolasi sosial, kecemasan, hingga depresi.
Kondisi ini dapat mengganggu kemampuan pengidapnya untuk bekerja dan melakukan tugas sehari-hari. Khususnya ketika pengidapnya sudah mengalami kondisi neurologis.
Demi meningkatkan kesadaran, masih ada sejumlah kondisi mental yang membutuhkan khusus, selain PBA. Nah, untuk mengetahui masalah kesehatan mental lainnya, kamu bisa cek di sini: Jelajahi Topik Konseling Umum.
Diagnosis dan Penanganan Pseudobulbar affect
Pseudobulbar affect didiagnosis oleh dokter selama evaluasi neurologis. Biasanya dokter akan menggunakan kriteria berikut untuk membantu menentukan diagnosis:
- Apakah respons emosional (menangis atau tertawa) terjadi tanpa disengaja, tiba-tiba, dan tanpa kendali orang tersebut?
- Apakah respons emosional tidak konsisten dengan suasana hati orang tersebut?
- Apakah ekspresi emosi tersebut memberikan perasaan lega?
- Apakah respons emosional menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan atau membatasi kemampuan untuk bekerja atau berinteraksi secara sosial?
- Apakah respons emosional disebabkan oleh gangguan psikiatri atau neurologis lain?
- Apakah respons emosional karena obat?
Metode lainnya untuk mendiagnosis kondisi tersebut dapat menggunakan skala standar (kuesioner). Apabila skor menunjukkan hasil yang tinggi, itu menunjukkan adanya pseudobulbar affect.
Kuesioner ini adalah serangkaian pertanyaan berbasis wawancara dokter yang menanyakan tentang episode tawa dan tangis seseorang.
Terkait pengobatannya, sebenarnya tidak ada obat yang dapat menyembuhkan kondisi kesehatan ini.
Tujuan pengobatan hanya bermanfaat untuk mengurangi frekuensi dan keparahan episode tertawa atau menangis. Namun, pilihan obat tergantung pada toleransi pasien dan potensi efek samping atau efek samping obat.
Beberapa obat dapat berinteraksi dengan obat yang diresepkan untuk kondisi lainnya.
Berikut obat yang dapat dokter resepkan:
1. Antidepresan
Dosis antidepresan untuk kondisi ini lebih rendah daripada dosis untuk mengobati depresi.
Selain itu, respons pengobatan kondisi ini lebih cepat dibandingkan untuk mengatasi depresi.
Sebagian orang berpikiran bahwa antidepresan dapat meningkatkan berat badan. Namun, benarkah demikian? Simak faktanya dalam artikel: Cek Fakta: Antidepresan Dapat Pengaruhi Berat Badan.
2. Kombinasi obat
Dokter juga dapat meresepkan kombinasi dekstrometorfan, penekan batuk, dan quinidine sulfat dosis sangat rendah. Obat ini dulunya digunakan untuk mengobati aritmia jantung.
Akan tetapi, kini kombinasi tersebut menjadi obat pertama untuk mengatasi pseudobulbar affect.
Meskipun perbaikan gejala biasanya terjadi dalam minggu pertama memulai pengobatan (jika hanya mengambil satu kapsul setiap hari), manfaat yang lebih besar terjadi ketika mengambil dosis penuh (dua kapsul setiap hari).
3. Penggunaan obat lain
Obat lain dapat menjadi pilihan dokter apabila pasien tidak menanggapi pengobatan sebelumnya.
Itulah fakta mengenai pseudobulbar affect yang berbeda dengan depresi. Jika ada anggota keluargamu yang menunjukkan gejala dari kondisi ini, segera periksakan kondisinya ke psikolog.
Penanganan sedari awal tentunya dapat meminimalkan risiko komplikasi. Nah, agar mudah, yuk ketahui rekomendasi psikolog terbaik melalui aplikasi Halodoc.