Ini Perbedaan tentang Depresi Klinis dan Depresi Situasional

Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   21 Oktober 2021
Ini Perbedaan tentang Depresi Klinis dan Depresi SituasionalIni Perbedaan tentang Depresi Klinis dan Depresi Situasional

“Depresi situasional adalah depresi yang dipicu oleh peristiwa traumatis, sementara depresi klinis dapat dipicu oleh berbagai hal. Salah satunya adalah gangguan kadar senyawa neurotransmitter tertentu pada otak. Meski begitu, keduanya sama-sama dapat mengancam kesejahteraan sekaligus nyawa pengidapnya bila tidak segera ditangani.”

Halodoc, Jakarta – Depresi secara umum merupakan gangguan kesehatan mental yang seringkali tidak disadari. Bila kondisinya semakin parah, depresi dapat mengancam nyawa pengidapnya.  Maka dari itu, menyadari gejalanya sedari awal tentu perlu dilakukan agar penanganan dapat segera dilakukan. Namun, jenis depresi mana yang menjadi akar dari gangguan kesehatan mental tersebut tentu perlu diketahui. 

Depresi secara garis besar terbagi menjadi dua jenis, yakni depresi klinis dan depresi situasional, yang nampak serupa tapi berbeda. Lantas, apa perbedaan di antara keduanya? Yuk simak infonya di sini! 

Baca juga: Mengenal 4 Jenis Hormon untuk Mental yang Sehat

Ketahui Perbedaan di Antara Keduanya

Berikut adalah perbedaan di antara depresi klinis dan depresi situasional, berdasarkan penjelasan dari masing-masing jenisnya, yaitu:

  1. Depresi Situasional

Depresi situasional atau depresi reaktif, bersifat jangka pendek dan dipicu oleh peristiwa traumatis atau perubahan signifikan. Kondisi tersebut dapat berkembang setelah seseorang mengalami peristiwa menyakitkan atau peristiwa traumatis. Misalnya seperti adanya masalah di sekolah, tempat kerja, mengidap penyakit tertentu, meninggalnya orang tersayang, masalah percintaan, hingga pindah tempat tinggal. Selain itu, tingkat stres yang cukup tinggi selama kanak-kanak hingga kelainan hormon pada tubuh juga dapat memicu depresi situasional.

Pengidap depresi situasional dapat mengalami kesulitan untuk kembali menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari pasca peristiwa traumatis yang menimpanya.  Pengidap depresi situasional dapat menunjukkan berbagai gejala yang bervariasi. Mulai dari sedih berkepanjangan, keputusasaan, hingga menarik diri dari aktivitas, keluarga, dan temannya.

  1. Depresi Klinis

Dilansir dari Medical News Today, depresi klinis atau depresi mayor juga diklasifikasikan sebagai gangguan mood atau suasana hati.  Depresi klinis dapat dialami oleh semua usia, tanpa terkecuali anak-anak dengan jangka waktu lama. 

Depresi klinis tidaklah sama dengan depresi situasional yang dipicu oleh peristiwa traumatis. Sebab, kemungkinan penyebabnya adalah ketegangan yang bersumber dari kombinasi kondisi biologis, psikologis, dan sosial. Selain itu, ketergantungan alkohol dan obat-obatan terlarang serta gangguan kadar senyawa neurotransmitter pada otak juga dapat memicunya.

Pengidap depresi klinis secara umum tidak memiliki banyak perbedaan dengan depresi situasional. Namun, pengidap depresi klinis dapat menunjukkan berbagai gejala khas. Misalnya seperti pikiran kematian yang berulang, kecenderungan melukai diri, pikiran dan upaya bunuh diri.

Di samping itu, pengidapnya juga bisa merasakan beberapa masalah fisik yang tidak dapat dijelaskan. Misalnya seperti sakit kepala atau punggung yang dapat muncul kapan saja. Sebagian pengidap depresi klinis juga dapat mengalami penurunan atau pertambahan berat badan secara signifikan, dan gangguan psikotik seperti delusi atau halusinasi. 

Baca juga: Demi Mental Sehat, Ini Pentingnya Menyadari Gejala Depresi

Pengobatan yang Dapat Dilakukan

Dalam kebanyakan kasus, depresi situasional bersifat jangka pendek dan dapat sembuh tanpa pengobatan aktif seiring berjalannya waktu. Namun, beberapa metode dapat dijalani guna mengatasi gejalanya. Salah satunya adalah perubahan gaya hidup yang sehat, seperti rutin berolahraga, mengonsumsi makanan sehat, berbicara dengan orang yang dicintai, hingga menjaga pola tidur yang teratur. Meski begitu, pengidap depresi situasional pada kasus yang parah mungkin memerlukan resep obat-obatan anti depresan.

Sementara itu, depresi klinis dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Maka, perawatan jangka panjang secara mendalam mungkin diperlukan. Umumnya psikiater akan merekomendasikan kombinasi psikoterapi atau konseling psikologis dan pengobatan untuk mengatasi gejalanya. 

Sementara itu, pada kasus yang parah, pengidap depresi klinis mungkin perlu tinggal di rumah sakit atau mengikuti program rawat jalan sampai gejalanya membaik. Sebab, pengidap yang gejalanya parah cenderung mencoba untuk melukai dirinya sendiri.

Baca juga: Depresi Tersembunyi, Menutupi 4 Gangguan Psikologi Ini

Itulah perbedaan antara depresi situasional dan depresi klinis. Depresi situasional adalah depresi yang dipicu oleh peristiwa traumatis, sementara depresi klinis dapat dipicu oleh berbagai hal. Salah satunya adalah gangguan kadar senyawa neurotransmitter tertentu pada otak. 

Namun, hal yang perlu digarisbawahi adalah, tidak ada jenis depresi yang lebih “berat” dari yang lain. Keduanya dapat menghadirkan ancaman signifikan terhadap kesejahteraan dan nyawa pengidapnya. Oleh sebab itu, menjaga kesehatan mental tentu tak kalah pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan mental adalah dengan memenuhi asupan nutrisi penting seperti mineral dan vitamin yang dibutuhkan tubuh. Nutrisi penting tersebut dapat diperoleh dari mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan suplemen vitamin sesuai kebutuhan.

Melalui aplikasi Halodoc, kamu bisa cek kebutuhan vitamin sesuai pilihanmu. Tentunya tanpa perlu keluar rumah atau mengantri berlama-lama di apotek. Jadi tunggu apa lagi? Yuk download aplikasi Halodoc sekarang!

This image has an empty alt attribute; its file name is Banner_Web_Artikel-01.jpeg

Referensi:

Mayoclinic. Diakses pada 2021. Clinical depression: What does that mean?
Healthline. Diakses pada 2021. Understanding Situational Depression
Medical News Today. Diakses pada 2021. Situational depression or clinical depression?

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan