Clean Eating Tidak Baik untuk Anak, Mengapa?

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   30 Agustus 2018
Clean Eating Tidak Baik untuk Anak, Mengapa?Clean Eating Tidak Baik untuk Anak, Mengapa?

Halodoc, Jakarta - Ingin anak memiliki kebiasaan untuk selalu hidup sehat? Menerapkan pola makan clean eating bisa menjadi alternatif terbaik untuk dicoba. Bertujuan untuk mendapatkan asupan nutrisi seimbang, pola makan sehat memang membatasi asupan segala macam makanan olahan dan lebih menitikberatkan pada asupan makanan segar. Seperti misalnya mengurangi asupan gula atau gluten.

Alasan Clean Eating Tidak Dianjurkan untuk Anak

Meski baik untuk kesehatan, nyatanya clean eating tidak dianjurkan untuk diterapkan pada anak-anak. Ini disebabkan karena anak akan rentan mengalami kekurangan gizi, defisiensi mineral dan vitamin, serta kurangnya asupan kalori dalam tubuh. Seperti misalnya, ibu membatasi asupan gluten pada sang buah hati. Padahal, gluten sendiri merupakan sejenis protein yang banyak terkandung pada biji-bijian dan beberapa pakar kesehatan justru merekomendasikan makanan ini sebagai dasar pola makan sehat.

Sama halnya dengan sereal, yang menjadi menu diet utama wilayah Mediterania dengan kandungan karbohidrat yang diperlukan oleh tubuh, sekaligus sebagai nutrisi utama untuk perkembangan otak dan otot balita serta anak-anak. Kurangnya asupan nutrisi ini bisa membuat pertumbuhan anak menjadi lebih lambat dan tidak optimal. Namun, metode diet clean eating juga membatasi asupan karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh, terlebih karbohidrat yang diperoleh melalui makanan olahan.

Selanjutnya adalah gula rafinasi, yang bagi sebagian besar orang merupakan zat yang bersifat merusak. Padahal, tak sedikit orang tua malah mengonsumsi makanan dengan kandungan gula yang sama tingginya dengan minuman bersoda. Lalu, ada pula madu dan gula kelapa yang baik sebagai pengganti gula rafinasi.

Pola makan clean eating juga menganjurkan untuk menghindari konsumsi segala produk susu berikut semua produk olahannya. Padahal, susu adalah sumber kalsium alami yang paling baik untuk mendukung pertumbuhan dan kekuatan tulang. Seiris keju, segelas susu atau yoghurt kira-kira mengandung kalsium sebanyak 300 hingga 400 miligram. Sementara itu, kandungan kalsium yang ada pada produk non-susu tidak mencapai 100 miligram.

Pentingnya Menjaga Asupan Nutrisi Anak

Ibu perlu tahu, bahwa anak yang masih dalam tahap pertumbuhan membutuhkan asupan kalsium yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Ambillah contoh remaja, yang membutuhkan asupan kalsium sebanyak 1.300 miligram setiap harinya. Jika konsumsi susu ini dibatasi, akan akan rentan mengalami gangguan tulang.

Di sisi lain, pemberian berbagai makanan yang termasuk dalam kategori “makanan super” seperti ubi, bit, dan kubis tidak selalu cocok untuk anak-anak, terlebih jika ia masih membutuhkan asupan nutrisi yang tinggi. Bahkan, kandungan nitrat yang tinggi pada kubis justru bersifat racun yang membahayakan untuk bayi.

Inilah mengapa pola makan clean eating kurang tepat jika diterapkan pada anak, karena ia masih membutuhkan banyak asupan nutrisi untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Makanan bukan hanya sekadar sumber tenaga untuk tubuh, melainkan juga sebagai pendukung tumbuh kembang anak.

Sebagai orang tua, yang terpenting adalah tetap memenuhi asupan gizi harian Si Kecil agar pertumbuhannya tetap optimal, juga kesehatan dan daya tahan tubuhnya tetap terjaga. Ajak anak bagaimana caranya menikmati semua makanan yang bergizi sekaligus memberikannya makanan dengan pola diet yang seimbang.

Apabila ibu masih kebingungan, ibu bisa menggunakan aplikasi Halodoc dan bertanya langsung pada dokter melalui layanan Tanya Dokter. Selama 24 jam setiap harinya, dokter-dokter ahli anak akan membantu memberikan solusi untuk semua permasalahan Si Kecil. Ibu bisa download dan install aplikasi Halodoc ini di ponsel ibu untuk bisa menggunakan semua layanannya.

Baca juga:

 

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan