Fakta Unik Sejarah Ditemukannya Penyakit Botulisme

Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   02 Maret 2021
Fakta Unik Sejarah Ditemukannya Penyakit BotulismeFakta Unik Sejarah Ditemukannya Penyakit Botulisme

Halodoc, Jakarta – Pernah mendengar tentang botulisme? Ini adalah penyakit langka namun serius yang disebabkan oleh racun yang menyerang saraf tubuh dan menyebabkan kesulitan bernapas, kelumpuhan otot, bahkan kematian. 

Racun penyebab botulisme dihasilkan oleh Clostridium botulinum dan terkadang oleh bakteri Clostridium butyricum dan Clostridium baratii. Bakteri tersebut biasanya tidak berbahaya, namun dalam kondisi tertentu, spora bisa bertumbuh dan menghasilkan salah satu racun paling mematikan yang menyebabkan botulisme. Lalu, bagaimana sejarah pertama kali ditemukannya penyakit botulisme yang disebabkan oleh racun dari bakteri tersebut? 

Baca juga: Begini Cara Mencegah Botulisme dengan Tepat

Mengenal Bakteri Botulisme

Bakteri yang membuat racun botulinum bisa ditemukan secara alami di banyak tempat, tapi jarang membuat orang sakit. Bakteri ini membuat spora yang bertindak seperti lapisan pelindung. Spora membantu bakteri bertahan hidup di lingkungan, bahkan dalam kondisi yang ekstrem. Spora tersebut biasanya tidak menyebabkan orang menjadi sakit, bahkan saat dimakan. Namun, dalam kondisi tertentu, spora bisa bertumbuh dan menghasilkan racun penyebab botulisme.

Beberapa kondisi yang bisa membuat spora tumbuh dan menghasilkan racun, antara lain:

  • Lingkungan yang rendah oksigen atau tanpa oksigen (anaerobic).
  • Asam rendah.
  • Rendah gula.
  • Rendah garam
  • Kisaran suhu tertentu.
  • Air dalam jumlah tertentu.

Misalnya, makanan kalengan rumahan, diawetkan atau difermentasi secara tidak benar bisa memberikan kondisi yang tepat bagi spora untuk tumbuh dan membuat toksin botulinum. Bila seseorang mengonsumsi makanan ini, orang tersebut bisa menjadi sakit parah atau bahkan meninggal, bila ia tidak segera mendapatkan perawatan medis yang cepat.

Baca juga: Harus Tahu, 7 Fakta Penting mengenai Botulisme

Sejarah Pertama Botulisme Terjadi di Jerman

Sejarah pertama botulisme terjadi pada tahun 1735 dan pada 1793 di Jerman, ketika beberapa orang meninggal setelah makan sosis darah mentah. Awalnya, kasus tersebut diduga sebagai keracunan Atropa belladonna, namun kemudian teori tersebut tidak terbukti. Disimpulkan bahwa konsumsi ‘Blunzen’, makanan lokal populer yang terbuat dari perut babi yang mengandung darah dan rempah-rempah adalah penyebab keracunan makanan ini. 

Pada tahun 1802, pemerintah lokal di South Western Germany mengeluarkan pemberitahuan publik mengenai konsumsi berbahaya dari sosis yang mengandung darah. Profesor Aut-enrieth, Universitas Tubingen, melakukan percobaan pertama untuk menganalisis gejala kasus keracunan makanan ini. Dokter Jerman Justinus Andreas Christian Kerner (1786–1862) adalah orang pertama yang mempelajari botulisme dan menamai toksin baru itu "racun sosis". Namun, dia gagal dalam mendefinisikan dugaan "racun biologis".

Pada tahun 1895, Emile Van Ermengem (1851–1932), profesor bakteriologi di Universitas Ghent, mengisolasi bakteri Clostridium botulinum. Ia memperoleh sampel dari sepotong ham yang telah meracuni penduduk Desa Ellezelles di Belgia. Dia mengisolasi organisme yang sama dari ham dan jenazah para korban. Dia kemudian menamai toksin tersebut "Bacillus botulinus", yang diambil dari kata "Botulus", yang artinya sosis dalam bahasa Latin. Penemuan tonggak sejarah ini menghasilkan informasi klinis yang berharga tentang penyakit ini. 

Disimpulkan bahwa botulisme adalah penyakit menular dan bukan infeksi. Pada awal abad ke-20, industri pengalengan makanan sedang berkembang pesat dan yang akhirnya meningkatkan risiko keracunan botulinum. 

Munculnya Makanan Kaleng Meningkatkan Botulisme

Makanan kaleng sudah dikenal sebagai salah satu penyebab botulisme yang paling umum. Lebih tepatnya, makanan kaleng yang rendah asam, seperti buah-buahan, sayuran dan ikan. 

Makanan kaleng mulai muncul pada tahun-tahun pembukaan abad ke-19 di Prancis dan dipindahkan ke Amerika pada tahun 1825. Namun, makanan kaleng baru mulai memasuki rumah-rumah orang Amerika pada tahun-tahun setelah terjadi Perang Saudara.

Perang membuat jutaan tentara terpapar makanan kaleng, dan mereka membawa rasa itu pulang bersama mereka. Namun, industri baru juga berjuang untuk menyakinkan konsumen Amerika agar percaya produk makanan kalengnya layak dikonsumsi.

Pada awalnya, masyarakat tidak begitu tertarik pada makanan kaleng. Salah satu alasannya karena lamanya makanan kaleng direbus bisa membuat isinya lembek dengan tekstur dan rasa yang tidak menarik. Namun, para produsen makanan kaleng melakukan inovasi dengan harapan bisa mengatasi penolakan konsumen. 

Satu masalah utama yang harus diatasi oleh produsen makanan kaleng adalah pembusukan. Bila pembusukan makanan kaleng biasanya bisa terlihat cukup jelas, seperti kaleng berubah bentuk atau isinya terlihat rusak, dan biasanya tidak berbahaya, mungkin hanya menyebabkan gangguan pencernaan atau penyakit ringan. Namun, ada satu jenis bakteri langka yang jauh lebih berbahaya yang muncul pada makanan kaleng, yaitu Clostridium botulinum.

Bakteri tersebut menghasilkan botulinum, racun paling mematikan, yang tidak bisa dideteksi dengan penglihatan, penciuman atau rasa. Botulisme tidak sendirinya menyebabkan kaleng berubah bentuk secara eksternal, seperti tidak penyok atau menggembung.

Namun, tanda-tanda eksternal tersebut menunjukkan proses pengalengan yang tidak memadai yang bisa membiakkan botulisme dan jenis bakteri lain yang memiliki efek yang terlihat. Botulisme juga bersifat anaerobik, artinya bisa tumbuh subur di lingkungan bebas oksigen, persis seperti makanan kaleng. Meskipun jarang terjadi, botulisme membuat takut para produsen makanan kaleng.

Ketakutan mereka menjadi kenyataan pada akhir 1919 dan awal 1920, ketika serangkaian kasus botulisme mematikan menyerang konsumen di seluruh negeri, menewaskan 18 orang di Ohio, Michigan, dan New York, dengan wabah yang lebih kecil di negara bagian lain. 

Baca juga: Sisi Positif dan Negatif Makanan Kaleng

Itulah fakta mengenai sejarah ditemukannya penyakit botulisme. Meskipun langka, namun penyakit tersebut tetap perlu diwaspadai. Bila kamu mengalami gejala-gejala botulisme, seperti kesulitan menelan, otot terasa lemah, penglihatan menjadi kabur atau ganda, dan cara bicara menjadi cadel, sebaiknya segera periksakan diri ke rumah sakit.

Sekarang, kamu bisa berobat ke dokter dengan mudah dan tanpa perlu antre dengan buat janji di rumah sakit pilihan kamu melalui aplikasi Halodoc. Jadi, tunggu apa lagi? Download aplikasi Halodoc sekarang juga untuk memudahkan kamu mendapatkan solusi kesehatan terlengkap.

Referensi:
Centers for Disease Control and Prevention. Diakses pada 2021. Botulism.
Smithsonian Magazine. Diakses pada 2021. The Botulism Outbreak That Gave Rise to America’s Food Safety System.
Research Gate. Diakses pada 2021. The history of Botulinum toxin: from poison to beauty.


Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan