Kenali Faktor Risiko Orang yang Dapat Terkena Akalasia

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   14 November 2018
Kenali Faktor Risiko Orang yang Dapat Terkena AkalasiaKenali Faktor Risiko Orang yang Dapat Terkena Akalasia

Halodoc, Jakarta - Pernah mendengar istilah akalasia? Kondisi ini merupakan hilangnya kemampuan kerongkongan (esofagus) untuk mendorong makanan atau minuman dari mulut ke dalam lambung. Akalasia merupakan suatu kelainan yang berhubungan dengan saraf, yang belum diketahui penyebabnya. Seseorang yang mengidap akalasia akan sulit untuk menelan. Hal ini terjadi karena otot katup antara kerongkongan dan perut tidak terbuka setelah makanan ditelan.

Orang yang mengidap akalasia sering kali mengalami kesulitan untuk menelan atau merasa bahwa makanan yang dikonsumsi tersangkut di kerongkongan. Penyempitan katup kerongkongan bawah menyebabkan kerongkongan di atasnya melebar. Gejala lainnya bisa berupa nyeri dada dan pemuntahan kembali (regurgitasi) isi kerongkongan yang melebar. Nyeri dada dapat terjadi pada saat menelan atau tanpa alasan tertentu.

Gejala ini menyebabkan batuk yang berlebihan dan meningkatkan risiko terjadinya aspirasi, yakni makanan yang terhirup dan masuk ke saluran pernapasan dan bisa menyebabkan tersedak. Beberapa tanda dan gejala lain dari akalasia adalah:

  1. Nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut dan dada yang berlebihan setelah makan.

  2. Penurunan berat badan yang tidak disengaja.

  3. Nyeri yang terjadi pada ulu hati.

Selain gejala di atas, pengidap akalasia juga dapat mengalami regurgitasi atau aliran balik asam lambung ke kerongkongan. Namun, hal ini juga merupakan salah satu indikasi penyakit dari saluran cerna lainnya, seperti refluks asam lambung.

Kondisi ini dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai hal. Terkadang, sulit bagi tenaga kesehatan untuk menentukan penyebab spesifik yang mendasarinya. Kondisi ini dapat menurun, atau juga dapat terjadi sebagai akibat dari adanya penyakit autoimun. Pada kondisi tersebut, sistem daya tahan tubuh dapat menyerang sel sehat yang terdapat pada tubuh. Degenerasi dari persarafan yang terdapat pada esofagus sering kali berkontribusi terhadap timbulnya tanda dan gejala lanjut dari akalasia.

Akalasia terjadi ketika saraf pada dinding kerongkongan yang menghubungkan mulut dengan lambung mengalami kerusakan dan berhenti berfungsi secara normal. Umumnya, otot bagian bawah kerongkongan (lower esophageal sphincter atau LES) akan terbuka secara otomatis agar makanan dapat masuk ke lambung. Namun pada pengidap akalasia, LES tidak membuka dan menutup secara normal, sehingga makanan menumpuk di bagian bawah kerongkongan atau naik kembali ke pangkal kerongkongan.

Penyebab utama rusaknya LES ini belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang diduga berpotensi meningkatkan risiko terjadinya akalasia sehingga jadi penyebab penyakit akalasia, antara lain:

  1. Infeksi virus.

  2. Faktor keturunan. Akalasia diduga diturunkan dari orangtua yang juga mengalami akalasia.

  3. Gangguan sistem imun. Akalasia diduga disebabkan oleh kesalahan sistem imun yang menyerang sel saraf kerongkongan, sehingga saraf kerongkongan mengalami penurunan fungsi.

Penyakit ini sulit untuk dicegah. Namun, pengidap dapat mencegah timbulnya akalasia dengan cara merubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Cara mencegah akalasia antara lain:

  1. Tidur dengan posisi datar. Gunakan bantal untuk menyanggah kepala. Hal ini dilakukan untuk mencegah asam lambung naik ke kerongkongan.

  2. Hindari makan sebelum tidur. Berikan waktu minimal 3 jam sebelum kamu tidur.

  3. Menjalani pola makan dengan porsi kecil dan lebih sering.

  4. Mengunyah makanan dengan baik sebelum ditelan.

  5. Memperbanyak minum ketika sedang makan.

  6. Berhenti merokok.

Jika kamu merasakan gejala-gejala akalasia pada dirimu. Segera diskusikan dengan dokter ahlinya. Halodoc menyediakan layanan berdiskusi langsung dengan Chat atau Voice/Video Call di aplikasi Halodoc. Tidak hanya itu, kamu juga dapat membeli obat di Halodoc dan pesananmu akan sampai dalam waktu satu jam. Yuk, download aplikasinya segera di App Store atau Google Play!

Baca juga:

 

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan