Asma
Artikel ini telah di-review oleh: dr. Budiyanto, MARS
DAFTAR ISI
- Apa itu Asma?
- Penyebab Asma
- Faktor Risiko Asma
- Apa Kata Studi Terkait Asma?
- Gejala Asma
- Rekomendasi Dokter di Halodoc yang Bisa Mengobati Asma
- Diagnosis Asma
- Pengobatan Asma
- Komplikasi Asma
- Pencegahan Asma
Apa Itu Asma?
Asma adalah salah satu masalah paru-paru yang membuat pengidapnya kesulitan bernapas akibat peradangan dan penyempitan pada saluran pernapasan.
Tak hanya kesulitan bernapas, asma juga menyebabkan gejala lain seperti mengi, batuk-batuk, dan nyeri dada.
Saluran pernapasan pada pengidap asma lebih sensitif dibandingkan dengan orang lain tanpa asma.
Ketika paru-paru teriritasi akibat zat pemicu (asap rokok, debu, bulu binatang, dll.) maka otot-otot saluran pernapasan pada pengidapnya menjadi kaku dan menyempit.
Penyebab Asma
Asma adalah jenis penyakit yang dapat menimpa segala usia.Kondisi ini paling sering disebabkan oleh debu, asap rokok, bulu binatang, udara dingin, aktivitas fisik, infeksi virus sampai paparan zat kimia.
Namun, hingga kini penyebab utama asma belum diketahui secara pasti. Kendati demikian, pengidap asma terbukti memiliki saluran pernapasan yang lebih sensitif.
Ketika paru-paru terkena iritasi, maka otot saluran pernapasan jadi kaku dan menyempit. Kemudian, produksi dahak meningkat, sehingga membuat pengidapnya kesulitan bernapas.
Pada anak-anak, gejala asma akan menghilang dengan sendirinya saat memasuki usia remaja.
Namun, anak-anak yang memiliki gejala asma cukup berat, kondisinya bisa bertahan atau muncul kembali di masa mendatang.
Apakah Gejala Asma Sering Kambuh? Saatnya Konsultasi ke Dokter Ini.
Faktor Risiko Asma
Bakteri yang berasal dari debu sering menjadi pemicu utama penyakit asma.
Bakteri tersebut bernama endotoxin yang umumnya berada pada perkakas rumah, terutama di kamar tidur yang menimbulkan gejala asma.
Faktor risiko lain yang dapat memicu penyakit asma, antara lain:
- Rokok.
- Bulu binatang.
- Udara dingin.
- Infeksi virus.
- Paparan zat kimia.
- Aktivitas fisik.
- Infeksi paru-paru dan saluran napas bagian atas.
- Pekerjaan tertentu seperti tukang las, kayu, atau pekerja pabrik tekstil;
- Emosi yang berlebihan (tertawa terbahak-bahak atau kesedihan yang berlarut-larut).
- Alergi makanan, seperti kacang-kacangan.
Apa Kata Studi Terkait Asma?
Riwayat asupan nutrisi selama kehamilan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap risiko perkembangan asma pada anak saat lahir.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pola makan ibu dapat memengaruhi perkembangan sistem imun janin, yang pada akhirnya memengaruhi kecenderungan anak untuk mengembangkan penyakit asma.
Menurut studi dari jurnal StatPearls berjudul Asthma, peneliti juga menyebutkan bahwa kekurangan vitamin D berkontribusi terhadap risiko tinggi bayi terkena mengi dan asma. Tak hanya itu, kurangnya asupan vitamin D dapat mempengaruhi fungsi imun berbagai jenis sel pada janin.
Oleh sebab itu peneliti menyarankan ibu hamil untuk memenuhi kebutuhan vitamin D untuk membantu proses perkembangan paru-paru pada janin. Studi lain berjudul Prenatal Vitamin D supplementation reduces risk of asthma/recurrent wheeze in early Childhood: A Combined Analysis of Two Randomized Controlled Trial (2017) menyebutkan, vitamin D dapat memberikan perlindungan terhadap mengi atau asma pada janin bahkan hingga usia 3 tahun.
Gejala Asma
Seseorang yang mengidap asma bisa mengalami beragam gejala, seperti:
- Sesak dada;
- Batuk, terutama pada malam atau dini hari;
- Sesak napas;
- Mengi, yang menyebabkan suara siulan saat mengeluarkan napas.
Pola gejala pada setiap pengidap asma pun bisa berbeda. Meski begitu, pola gejala yang paling umum yaitu:
- Datang dan pergi seiring waktu atau dalam hari yang sama;
- Mulai atau memburuk dengan infeksi virus, seperti pilek;
- Dipicu oleh olahraga, alergi, udara dingin, atau hiperventilasi karena tertawa atau menangis;
- Lebih buruk di malam hari atau di pagi hari.
Ketahui lebih lanjut penjelasan mengenai gejala asma dari dokter tepercaya di Halodoc.
Komunikasi dengan dokter dapat dengan mudah kamu lakukan melalui fitur chat dengan dokter kapan dan di mana saja. Yuk, dicoba sekarang!
Rekomendasi Dokter di Halodoc yang Bisa Mengobati Asma
Jika mengalami tanda dan gejala asma di atas, segera hubungi dokter spesialis paru di aplikasi Halodoc untuk mendapat saran penanganan terbaik.
Penanganan dini bisa membantu menghindari komplikasi asma yang bisa mengancam jiwa.
Berikut ini terdapat beberapa dokter spesialis yang sudah memiliki pengalaman lebih dari 5 tahun dan mendapatkan rating yang baik dari para pasien yang sebelumnya mereka tangani.
Ini daftarnya:
- DR. dr. Mulkan Azhary M.Sc, Sp.P
- dr. Made Agustya Darma Putra Wesnawa Sp.P
- dr. Kornelis Aribowo Sp.P
- dr. Ayudiah Puspita Mayasari Sp.P
Itulah berbagai daftar dokter spesialis yang bisa kamu hubungi untuk mengatasi asma.
Tak perlu khawatir jika dokter sedang tidak tersedia atau offline.
Sebab, kamu tetap bisa membuat janji konsultasi di lain waktu melalui aplikasi Halodoc.
Diagnosis Asma
Dalam melakukan diagnosis asma, diperlukan pendekatan yang menyeluruh termasuk evaluasi klinis dan pemeriksaan tes fungsional paru-paru. Berikut langkah-langkah dalam mendiagnosis asma:
1. Wawancara riwayat medis (anamnesis)
Pada tahap ini, dokter akan meminta pasien menceritakan riwayat gejala seperti sesak napas, batuk, dan mengi. Dokter juga akan bertanya terkait riwayat keluarga yang pernah memiliki asma, dan pemicu-pemicu lain.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk melihat pasien mengeluarkan tanda-tanda mengi (suara napas berbunyi seperti siulan) yang dapat terdengar dengan stetoskop, terutama saat ekspirasi.
3. Tes fungsi paru (spirometri)
Tes spirometri adalah tes utama yang dilakukan untuk menilai fungsi paru-paru dalam mendiagnosis asma. Pada tes ini, pasien diminta untuk menghembuskan napas sekuat mungkin ke dalam alat yang mengukur aliran udara dan volume udara dalam paru-paru.
Tes spirometri mencangkup:
- Peak expiratory flow (PEF): Mengukur kecepatan aliran udara keluar dari
- paru-paru dan membantu menilai seberapa sempit saluran pernapasan.
- Forced expiratory volume in 1 second (FEV1): Menilai volume udara yang dikeluarkan dalam 1 detik pertama setelah pasien menghirup napas dalam-dalam.
- Reversibilitas: Tahapan lanjutan setelah spirometri tahap awal.
4. Tes provokasi bronkial (bronchial challenge test)
Tes ini digunakan pada beberapa kasus pasien yang tidak bisa didiagnosis melalui tes spirometri normal. Tes ini melibatkan pemberian zat yang dapat memicu penyempitan saluran napas (seperti metakolin) untuk mengukur respons saluran napas.
5. Uji oksida nitra (FeNO – Fractional exhaled nitric oxide)
Tes ini digunakan untuk membantu dalam diagnosis dan pemantauan asma, khususnya menilai peradangan saluran napas yang terkait dengan penyakit asma. Tes ini mengukur konsentrasi oksida nitrat yang terhembus dalam napas pasien.
Ada pula beberapa tes lainnya untuk membantu dokter untuk mendiagnosis asma, yaitu:
- Uji alergi untuk menilai ada atau tidaknya alergi;
- Foto thorax, untuk menyingkirkan penyakit selain asma.
Pengobatan Asma
Pengobatan asma dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu pengobatan jangka panjang untuk mengendalikan peradangan saluran napas, dan pengobatan jangka pendek untuk meredakan gejala akut atau serangan asma.
Pengobatan asma bertujuan untuk mengendalikan gejala, mencegah serangan asma, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Pendekatan pengobatan yang efektif untuk asma mencakup penggunaan obat-obatan, penghindaran pemicu, serta pemantauan yang tepat.
1. Pengobatan jangka panjang
Pengobatan jangka panjang digunakan untuk mengendalikan peradangan saluran napas dan mencegah gejala atau serangan asma. Pengobatan ini meliputi:
a. Kortikosteroid inhalasi (ICS)
- Contoh obat: Fluticasone, budesonide, beclomethasone, mometasone.
- Mekanisme: Kortikosteroid inhalasi bekerja dengan mengurangi peradangan saluran napas, yang merupakan penyebab utama gejala asma.
- Indikasi: ICS adalah pengobatan lini pertama untuk sebagian besar pasien asma persisten dan digunakan setiap hari untuk mengendalikan gejala asma jangka panjang.
b. Bronkodilator long-acting (LABA)
- Contoh obat: Salmeterol, formoterol.
- Mekanisme: LABA membantu membuka saluran napas dengan merelaksasi otot-otot di sekitar saluran pernapasan dan bertahan lebih lama dibandingkan bronkodilator pendek (SABA).
- Indikasi: LABA digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien yang gejalanya tidak terkendali hanya dengan ICS. LABA tidak boleh digunakan sendirian tanpa ICS karena risiko memperburuk gejala atau meningkatkan kematian terkait asma.
c. Kombinasi ICS dan LABA
- Contoh obat: Fluticasone/salmeterol (advair), budesonide/formoterol (symbicort).
- Mekanisme: Kombinasi ini memberikan manfaat dari kedua jenis obat, mengendalikan peradangan (ICS) dan membuka saluran napas (LABA).
- Indikasi: Obat kombinasi digunakan untuk pasien dengan asma yang tidak terkendali dengan ICS saja.
d. Antagonis leukotrien
- Contoh obat: Montelukast, zafirlukast.
- Mekanisme: Obat ini menghambat efek leukotrien, zat kimia dalam tubuh yang dapat menyebabkan peradangan dan penyempitan saluran napas pada asma.
- Indikasi: Sering digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan asma ringan hingga sedang, atau untuk mengatasi asma yang dipicu oleh alergi.
e. Antibodi monoklonal
- Contoh obat: Omalizumab, mepolizumab, benralizumab, dupilumab.
- Mekanisme: Obat biologis ini menargetkan molekul spesifik dalam jalur peradangan asma, seperti imunoglobulin E (IgE) atau interleukin-5 (IL-5), untuk mengurangi peradangan dan jumlah sel eosinofil.
- Indikasi: Diberikan kepada pasien dengan asma yang parah dan tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan standar.
2. Pengobatan jangka pendek
Pengobatan jangka pendek digunakan untuk mengatasi gejala akut atau serangan asma dengan segera. Pengobatan ini meliputi:
a. Bronkodilator Short-Acting (SABA)
- Contoh obat: Salbutamol (Albuterol), terbutaline.
- Mekanisme: SABA bekerja dengan cepat untuk melebarkan saluran napas, sehingga memudahkan pernapasan. Obat ini memberikan bantuan cepat pada serangan asma.
- Indikasi: Digunakan selama serangan asma akut atau untuk meredakan gejala seperti mengi, batuk, dan sesak napas.
b. Kortikosteroid oral
- Contoh obat: Prednison, methylprednisolone.
- Mekanisme: Kortikosteroid oral mengurangi peradangan parah yang terjadi selama serangan asma. Pengobatan jangka pendek dengan kortikosteroid oral digunakan untuk serangan asma berat.
- Indikasi: Biasanya diberikan dalam bentuk pengobatan jangka pendek (dosis tinggi) untuk mengatasi serangan asma yang parah.
c. Antikolinergik
- Contoh obat: Ipratropium Bromide.
- Mekanisme: SAMA bekerja dengan menghalangi efek acetylcholine, yang membantu melemaskan otot saluran napas.
- Indikasi: Sering digunakan bersama dengan SABA pada serangan asma yang parah, terutama jika respons terhadap SABA saja tidak memadai.
3. Pengelolaan asma berdasarkan tingkat keparahan
Pengobatan asma disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakit asma pada pasien. Berdasarkan GINA (Global Initiative for Asthma), pengobatan dibagi berdasarkan kontrol gejala pasien:
- Asma Intermittent: Penggunaan SABA sesuai kebutuhan.
- Asma persisten ringan: ICS dosis rendah ditambah SABA sesuai kebutuhan.
- Asma persisten sedang: ICS dosis menengah dan LABA, ditambah SABA sesuai kebutuhan.
- Asma persisten berat: Dosis tinggi ICS, LABA, dan obat biologis jika diperlukan.
Komplikasi Asma
Penyakit asma yang dibiarkan tanpa penanganan bisa memicu berbagai komplikasi, seperti:
- Masalah psikologis (cemas, stres, atau depresi);
- Menurunnya performa di sekolah atau pekerjaan;
- Tubuh sering terasa lelah;
- Gangguan pertumbuhan dan pubertas pada anak-anak;
- Status asmatikus, yaitu kondisi asma yang parah dan tidak dapat merespon dengan terapi normal;
- Pneumonia;
- Gagal pernapasan;
- Kerusakan pada sebagian atau seluruh paru-paru;
- Kematian.
Pencegahan Asma
Masalah paru yang satu ini adalah jenis penyakit yang dapat dikendalikan dengan mengatur pola hidup sehat.
Selain itu, sebaiknya perhatikan beberapa hal berikut:
- Mengenali dan menghindari pemicu asma;
- Mengikuti anjuran rencana penanganan asma dari dokter;
- Melakukan langkah pengobatan yang tepat dengan mengenali penyebab serangan asma;
- Menggunakan obat-obatan asma yang telah dianjurkan oleh dokter secara teratur;
- Memonitor kondisi saluran napas.
Perlu diperhatikan, penggunaan inhaler justru berisiko meningkatkan reaksi asma.
Oleh karena itu, penting untuk mendiskusikannya dengan dokter, supaya rencana penanganan asma disesuaikan dengan kebutuhan.
Vaksinasi flu dan pneumonia juga disarankan untuk pengidap asma untuk mencegah komplikasi berbahaya yang berkaitan dengan pernapasan.
Dapatkan juga produk kesehatan dari Halodoc untuk mengatasi asma kambuh. Tak perlu repot keluar rumah, pesananmu bisa sampai ke tempat tujuan dalam waktu satu jam. Klik gambar ini untuk memesannya: