Bells Palsy

DAFTAR ISI
- Apa itu Bell’s Palsy?
- Penyebab Bells Palsy
- Faktor Risiko
- Gejala Bells Palsy
- Rekomendasi Dokter di Halodoc yang Bisa Bantu Perawatan Bell’s Palsy
- Diagnosis
- Pengobatan Bells Palsy
- Pencegahan Bells Palsy
- Komplikasi Bells Palsy
- Kapan Harus ke Dokter?
- Kesimpulan
- Pertanyaan Umum Seputar Bell’s Palsy
Apa Itu Bell’s Palsy?
Bell’s palsy adalah kondisi yang menyebabkan kelumpuhan sementara pada otot-otot di satu sisi wajah. Kondisi ini membuat separuh wajah tampak terkulai.
Kelumpuhan ini terjadi akibat gangguan pada saraf wajah (saraf kranial ke-7), yang mengontrol otot-otot wajah. Bell’s palsy dapat menyerang siapa saja pada usia berapa pun.
Kondisi ini umumnya bersifat sementara dan gejalanya membaik dalam beberapa minggu. Namun, pada beberapa kasus, efeknya bisa berlangsung lebih lama.
Penting untuk mendapatkan diagnosis yang tepat, guna menyingkirkan kondisi lain yang lebih serius seperti stroke.
Penyebab Bells Palsy
Penyebab pasti Bell’s palsy belum sepenuhnya dipahami. Namun, kondisi ini sering dikaitkan dengan infeksi virus, seperti:
- Herpes simplex (penyebab cold sores dan herpes genital).
- Herpes zoster (penyebab cacar air dan herpes zoster).
- Virus Epstein-Barr (penyebab mononukleosis).
- Virus cytomegalovirus.
- Adenovirus.
- Virus rubella (campak Jerman).
- Virus gondong.
- Virus influenza B.
- Coxsackievirus.
Infeksi virus ini menyebabkan peradangan dan pembengkakan pada saraf wajah, yang kemudian menekan saraf di dalam saluran tulang tempat saraf tersebut berjalan.
Selain infeksi virus, faktor risiko lain meliputi:
- Kehamilan, terutama pada trimester ketiga atau minggu-minggu pertama setelah melahirkan.
- Diabetes.
- Riwayat keluarga dengan Bell’s palsy.
- Tekanan darah tinggi.
Menurut U.S. National Institute of Neurological Disorders and Stroke, banyak pakar meyakini bahwa Bell’s palsy dapat dipicu oleh reaktivasi virus yang sebelumnya tidak aktif dalam tubuh. Kondisi ini bisa muncul setelah seseorang mengalami stres berat, sakit, trauma fisik, atau kurang tidur. Bahkan gangguan autoimun juga disebut sebagai salah satu faktor pemicu.
Ketika saraf wajah merespons infeksi dengan mengalami pembengkakan, hal ini dapat menimbulkan tekanan di saluran tulang sempit (dikenal sebagai saluran fallopi) tempat saraf tersebut melewati sisi wajah.
Akibatnya, aliran darah dan oksigen ke sel-sel saraf bisa terganggu, yang berpotensi menyebabkan kerusakan pada saraf kranial dan memicu kelumpuhan otot wajah.
Kabar baiknya, sebagian besar kasus Bell’s palsy dapat pulih sepenuhnya seiring waktu. Namun, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter guna memastikan diagnosis yang tepat dan mendapatkan penanganan yang sesuai.
Nah, Ini Dokter Spesialis yang Bisa Bantu Pengobatan Bell’s Palsy.
Faktor Risiko Bells Palsy
Ditemukan adanya kaitan antara migrain dengan kelemahan pada wajah dan anggota gerak. Sebuah penelitian tahun 2015 mengungkapkan bahwa, orang yang mengidap migrain mungkin berisiko lebih tinggi terkena Bells Palsy.
Selain itu, Bells Palsy lebih sering terjadi pada:
- Orang berusia 15-60 tahun.
- Mereka yang mengidap diabetes atau penyakit pernapasan bagian atas.
- Wanita hamil, terutama pada trimester ketiga.
- Memiliki infeksi saluran pernapasan atas, seperti flu atau pilek
Serangan berulang dari Bell’s palsy jarang terjadi. Namun, dalam beberapa kasus, ada riwayat keluarga dengan serangan berulang, menunjukkan kemungkinan Bell’s palsy memiliki kecenderungan genetik.
Gejala Bells Palsy
Bells Palsy menimbulkan gejala yang berbeda-beda pada setiap pengidapnya. Gejala kelumpuhan yang terjadi pada satu sisi wajah bisa dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
- Kelumpuhan sebagian (kelemahan otot ringan).
- Kondisi kelumpuhan total (tidak ada gerakan sama sekali, tetapi kasus ini jarang sekali terjadi).
Bell’s palsy juga membuat mulut serta kelopak mata pengidap akan terpengaruh, sehingga kedua bagian ini akan sulit untuk membuka dan menutup.
Berikut adalah gejala yang Bells palsy yang perlu kamu ketahui:
- Nyeri telinga pada sisi wajah yang lumpuh.
- Telinga yang terpengaruh akan lebih sensitif terhadap suara.
- Berdenging di salah satu telinga atau keduanya.
- Penurunan atau perubahan pada indra perasa.
- Bagian mulut yang terpengaruh akan mudah berliur.
- Mulut terasa kering.
- Rasa sakit pada sekitar rahang.
- Sakit kepala dan pusing.
- Kesulitan untuk makan, minum, dan berbicara.
Bells palsy merupakan gangguan yang terjadi pada otot dan saraf wajah, sehingga kondisi ini tidak berdampak pada kinerja otak dan bagian tubuh lainnya.
Apabila kelumpuhan di salah satu sisi wajah juga dibarengi oleh kelumpuhan pada bagian tubuh lain, penanganan serius dari dokter sangat pengidap perlukan.
Oleh karena itu, jangan ragu untuk berdiskusi dengan dokter tepercaya di Halodoc dengan klik gambar di bawah ini:

Rekomendasi Dokter di Halodoc yang Bisa Bantu Perawatan Bell’s Palsy
Bell’s Palsy sama sekali tidak boleh kamu anggap sepele. Segera hubungi dokter spesialis penyakit dalam di Halodoc bila mengalami gejala-gejala di atas untuk mendapatkan pertolongan medis.
Nah, berikut beberapa dokter yang sudah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun yang bisa kamu hubungi.
Dokter-dokter ini juga mendapatkan rating yang baik dari para pasien yang sebelumnya mereka tangani:
Ini daftarnya:
Tak perlu khawatir jika dokter sedang tidak tersedia atau offline.
Sebab, kamu tetap bisa membuat janji konsultasi di lain waktu melalui aplikasi Halodoc.
Ayo pakai Halodoc sekarang!
Diagnosis Bells Palsy
American Medical Association (AMA) mengungkapkan bahwa pengobatan akan lebih efektif bila diberikan lebih awal. Oleh karena itu, pengidap dianjurkan untuk mengunjungi dokter segera setelah mengalami gejala.
Proses diagnosis Bell’s palsy umumnya dilakukan dengan metode eliminasi, yaitu menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan wajah, seperti tumor, penyakit Lyme, atau stroke.
Dokter akan melakukan pemeriksaan menyeluruh pada kepala, leher, dan telinga pasien, serta mengevaluasi fungsi otot-otot wajah untuk memastikan apakah hanya saraf wajah yang terlibat atau ada saraf lain yang turut terpengaruh.
Jika hasil pemeriksaan belum memberikan kepastian, dokter biasanya akan merujuk pasien ke spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) atau otolaringolog untuk evaluasi lanjutan.
Berikut pemeriksaan yang bisa kamu lakukan guna mendiagnosis Bell’s palsy:
- Elektromiografi (EMG): prosedur ini bisa dokter lakukan dengan menempatkan elektroda di wajah pengidap. Mesin kemudian akan mengukur aktivitas listrik saraf dan aktivitas listrik otot sebagai respons terhadap stimulasi. Tes ini bermanfaat untuk menentukan tingkat kerusakan saraf, serta lokasinya.
- MRI, CT Scan, atau sinar X. Beberapa pemeriksaan tersebut bagus untuk menentukan apakah ada kondisi lain yang mendasari penyakit tersebut, seperti infeksi bakteri, patah tulang tengkorak, atau tumor.
- Tes darah untuk memeriksa adanya infeksi bakteri atau virus.
Pengobatan Bells Palsy
opsi pengobatan meliputi:
- Kortikosteroid, seperti prednison, untuk mengurangi peradangan.
- Obat antivirus, seperti asiklovir atau valasiklovir, jika virus diduga menjadi penyebabnya.
- Obat pereda nyeri, seperti ibuprofen atau asetaminofen, untuk mengurangi rasa sakit.
- Salep mata, untuk melindungi mata dari kekeringan di malam hari atau saat bekerja di depan layar komputer. Selain itu, perawatan ini membantu melindungi kornea agar tidak tergores, yang sangat penting untuk pengelolaan Bell’s palsy.
- Fisioterapi untuk membantu memperkuat otot-otot wajah.
Dalam kebanyakan kasus, Bell’s palsy membaik dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau bulan. Namun, pengobatan dapat membantu mempercepat pemulihan dan mengurangi risiko komplikasi.
Selain pengobatan di atas, Ketahui Terapi untuk Menangani Bell’s Palsy.
Pencegahan Bells Palsy
Tidak ada cara pasti untuk mencegah Bell’s palsy karena penyebab pastinya belum diketahui.
Namun, menjaga kesehatan secara umum dapat membantu mengurangi risiko terkena infeksi virus yang dapat memicu Bell’s palsy. Langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan meliputi:
- Mencuci tangan secara teratur.
- Menghindari kontak dekat dengan orang yang sakit.
- Mendapatkan vaksinasi yang direkomendasikan, seperti vaksin influenza dan vaksin herpes zoster.
- Mengelola stres.
- Tidur yang cukup.
- Makan makanan yang sehat.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menjaga pola hidup sehat dan kebersihan diri adalah kunci utama dalam mencegah berbagai penyakit infeksi yang dapat memicu komplikasi seperti Bell’s Palsy.
Selain itu, ada 4 Hal yang Tidak Boleh Dilakukan Pengidap Bell’s Palsy.
Komplikasi Bells Palsy
Kebanyakan orang dengan Bell’s palsy sembuh total. Namun, beberapa komplikasi dapat terjadi, terutama jika kasusnya parah:
- Kerusakan saraf wajah permanen.
- Gerakan wajah yang tidak sinkron (sinkinesis).
- Air mata buaya (sindrom Bogorad), yaitu kondisi yang menyebabkan mata mengeluarkan air mata saat makan.
- Kebutaan parsial atau total pada mata yang terkena.
Kapan Harus ke Dokter?
Segera cari pertolongan medis jika kamu mengalami kelemahan atau kelumpuhan pada wajah.
Kondisi ini bisa jadi merupakan gejala Bell’s palsy atau kondisi lain yang lebih serius, seperti stroke. Diagnosis dan pengobatan dini dapat membantu meningkatkan peluang pemulihan total.
Kesimpulan dan Rekomendasi Medis
Bell’s palsy adalah kondisi yang dapat menyebabkan kelumpuhan sementara pada otot-otot wajah.
Meskipun penyebab pastinya belum diketahui, kondisi ini sering dikaitkan dengan infeksi virus. Gejala Bell’s palsy dapat bervariasi dari ringan hingga berat, dan pengobatan bertujuan untuk mengurangi peradangan dan melindungi saraf wajah.
Jika kamu atau orang terdekat mengalami gejala bell’s palsy, segera hubungi dokter spesialis saraf di Halodoc untuk mendapat penanganan yang tepat.
Yuk, temukan juga beragam obat, suplemen, dan produk perawatan kulit lainnya di Toko Kesehatan Halodoc. Produk kesehatannya 100% asli dan tepercaya. Tak perlu keluar rumah, produk diantar dalam waktu 1 jam.
Tunggu apalagi? Ayo, pakai Halodoc sekarang!
Referensi:
Johns Hopkins Medicine. Diakses pada 2025. Bell’s Palsy.
Medical News Today. Diakses pada 2025. Bell’s palsy: Causes, treatment, and symptoms.
Mayo Clinic. Diakses pada 2025. Bell’s palsy.
Healthline. Diakses pada 2025. What Is Bell’s Palsy?
U.S. National Institute of Neurological Disorder and Stroke. Diakses pada 2025. Bell’s Palsy Information Page.
Pertanyaan Umum Seputar Bell’s Palsy
Q: Apakah Bell’s palsy menular?
A: Bell’s palsy sendiri tidak menular. Namun, jika disebabkan oleh infeksi virus, virus tersebut dapat menular.
Q: Berapa lama Bell’s palsy sembuh?
A: Kebanyakan orang sembuh total dalam beberapa minggu atau bulan. Namun, pada beberapa kasus, pemulihan bisa memakan waktu lebih lama.
Q: Apakah Bell’s palsy bisa kambuh?
A: Ya, Bell’s palsy bisa kambuh, meskipun jarang terjadi.
Q: Apakah Bell’s palsy sama dengan stroke?
A: Tidak, Bell’s palsy dan stroke adalah kondisi yang berbeda. Namun, keduanya dapat menyebabkan kelemahan pada wajah. Penting untuk mendapatkan diagnosis yang tepat untuk menyingkirkan dugaan stroke.