Kenali Retensi Plasenta, Sindrom yang Harus Diwaspadai Ibu Hamil
Halodoc, Jakarta - Kebanyakan wanita merasa apabila bayi sudah keluar dari perutnya, berarti proses persalinan telah selesai. Nyatanya, tahap akhir dari proses persalinan adalah ketika plasenta juga ikut keluar dari dalam rahim. Umumnya, proses ini memang akan terjadi dengan sendirinya ketika bayi lahir. Namun, dalam beberapa kasus, plasenta tidak keluar secara otomatis atau disebut dengan retensi plasenta.
Retensi plasenta terjadi ketika plasenta tetap berada di dalam rahim setelah persalinan terjadi dan tidak keluar secara otomatis. Ketika seseorang mengalami retensi plasenta, proses manipulasi harus dilakukan supaya plasenta dapat dikeluarkan dari rahim. Apabila plasenta dibiarkan di dalam rahim, efek sampingnya dapat menyebabkan infeksi hingga mengancam nyawa.
Persalinan berlangsung dalam tiga tahap, yaitu:
-
Tahap pertama persalinan dimulai dengan kontraksi sebagai tanda bahwa tubuh sudah siap untuk melahirkan bayi.
-
Tahap kedua terjadi ketika persalinan selesai.
-
Pada tahap ketiga atau terakhir terjadi ketika plasenta keluar dari rahim wanita yang melahirkan. Tahap ini umumnya terjadi 30 menit setelah tahap dua terjadi.
Apabila wanita yang telah melahirkan tersebut belum mengeluarkan plasenta dalam kurun waktu 30 menit, berarti plasenta tertahan di dalam tubuh. Kondisi tersebut terjadi karena tubuh memilih untuk menyimpannya dibanding membuangnya. Apabila plasenta yang tertahan tidak diambil, wanita yang baru melahirkan dapat terserang infeksi dan kehilangan banyak darah. Bahkan, kondisi tersebut dapat mengancam nyawa.
Untuk mengatasi hal tersebut, dokter akan memberikan suntikan ke paha wanita tersebut setelah bayi keluar, untuk mengeluarkan plasenta. Obat-obatan yang dapat digunakan untuk membuat tubuh wanita berkontraksi dan mengeluarkan plasenta adalah syntometrine, ergometrin, dan oksitosin.
Tipe-Tipe Retensi Plasenta
Retensi plasenta terbagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu:
-
Adherens Plasenta
Adherens plasenta terjadi ketika kontraksi rahim tidak cukup kuat untuk mengeluarkan plasenta. Kondisi tersebut menyebabkan plasenta masih melekat di dinding rahim. Klasifikasi jenis ini adalah yang paling umum terjadi pada wanita yang melahirkan.
-
Plasenta terjebak
Plasenta berhasil untuk melepaskan diri dari dinding rahim, tetapi sulit untuk dikeluarkan dari tubuh wanita. Hal tersebut terjadi ketika plasenta terjebak atau tersangkut di dalam rahim. Hal ini biasanya terjadi akibat penutupan serviks sebelum plasenta dikeluarkan. Plasenta yang terperangkap akan berada di dalam rahim hingga dikeluarkan.
-
Akreta Plasenta
Akreta plasenta terjadi ketika plasenta menempel di dinding otot bukan dinding rahim. Hal ini lebih sulit untuk ditanggulangi dan seringnya menyebabkan perdarahan hebat. Transfusi darah dan histerektomi mungkin akan dilakukan.
Penyebab Retensi Plasenta
Hal-hal umum yang menyebabkan plasenta tertinggal di dalam rahim atau retensi plasenta, antara lain:
-
Plasenta tumbuh di sepanjang dinding rahim.
-
Hal ini terjadi ketika kontraksi terhenti atau tidak cukup kuat untuk mengeluarkan plasenta dari rahim.
-
Sebagian atau seluruh plasenta menempel di dinding rahim.
-
Plasenta menempel di rahim yang dapat disebabkan oleh luka caesar sebelumnya.
Jika hal ini terjadi, plasenta dapat dikeluarkan dengan kontraksi yang membuat benda tersebut terdorong keluar. Apabila plasenta masih tersangkut di dalam rahim, dokter mungkin akan memberikan suntikan lainnya.
Itu lah pembahasan tentang retensi plasenta yang harus diwaspadai oleh wanita yang sedang hamil dan akan melahirkan dalam waktu dekat. Apabila kamu mempunyai pertanyaan seputar retensi plasenta, dokter-dokter dari Halodoc siap membantu. Kamu bisa menghubungi dokter melalui Chat atau Voice/Video Call. Di Halodoc kamu juga bisa membeli obat. Tanpa perlu keluar rumah, pesananmu akan sampai dalam waktu satu jam. Praktis kan? Ayo, download aplikasinya sekarang di App Store dan Google Play!
Baca juga: