Hati-Hati, Makanan yang Diolah Tidak Benar Bisa Mengandung Bakteri Penyebab Botulisme

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   05 Oktober 2018
Hati-Hati, Makanan yang Diolah Tidak Benar Bisa Mengandung Bakteri Penyebab BotulismeHati-Hati, Makanan yang Diolah Tidak Benar Bisa Mengandung Bakteri Penyebab Botulisme

Halodoc, Jakarta – Botulisme adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang berasal dari tanah. Bakteri ini menghasilkan racun yang dapat mempengaruhi saraf orang yang terinfeksi yang penyebarannya dari makanan. Bakteri Clostridium Botulinum terdapat pada makanan dan menghasilkan racun yang ketika tertelan akan menyebabkan kelumpuhan.

Bakteri ini sebenarnya tidak berbahaya, tapi bisa mengeluarkan racun dan berisiko terhadap kesehatan bila bakterinya kekurangan oksigen. Biasanya bahan makanan yang diawetkan atau difermentasi secara manual adalah sumber umum botulisme pada makanan. Keracunan botulisme sangat jarang, tetapi sangat berbahaya sehingga setiap kasus dianggap sebagai darurat kesehatan masyarakat. Penelitian telah menunjukkan bahwa ada kemungkinan kematian sebesar 35 hingga 65 persen untuk orang yang terinfeksi yang tidak segera diobati.

Bakteri  yang menyebabkan botulisme ini bisa bertahan pada makanan pada suhu kamar 21–37 derajat celcius. Makanan yang mengandung bakteri penyebab botulisme memberikan bau atau rasa yang buruk pada makanan. Penyakit ini paling sering muncul setelah mengonsumsi makanan yang tidak diolah dengan benar ataupun daging yang diawetkan, tetapi mengalami pembusukan.

Produk makanan kalengan yang tidak dikemas dengan benar juga bisa menyebabkan bakteri clostridium botulinum. Kalau makanan yang kamu simpan mengalami gejala aneh,seperti aroma tidak sedap ataupun pengemasan yang menggembung serta perubahan warna dan tekstur pada makanan, maka sebaiknya kamu menghindari konsumsi makanan tersebut. Sebab, sudah tidak layak dikonsumsi.

Gejala Botulisme yang Disebabkan oleh Makanan

Ada beberapa kondisi umum yang menjadi gejala bakteri botulinum yang disebabkan oleh makanan seperti kesulitan menelan dan berbicara, mulut terasa kering, otot wajah melemah, gangguan penglihatan. Bahkan, kelopak mata terasa berat dan maunya terkulai, kesulitan bernapas, mual, muntah, serta perut terasa kram dan kelumpuhan.

Racun pada bakteri ini bersifat neurotoksik karena mempengaruhi sistem saraf. Selain gejala-gejala yang disebutkan di atas, umumnya pada gejala awal pengidap akan merasakan kelelahan serta kelemahan kondisi tubuh yang diiringi oleh sensasi vertigo. Baru kemudian penglihatan yang mengabur.

Muntah, diare, konstipasi, dan pembengkakan perut juga bisa terjadi. Penyakit ini dapat berkembang menjadi kelemahan di leher dan lengan, setelah itu otot-otot pernapasan dan otot-otot tubuh bagian bawah terpengaruh.

Gejala-gejalanya ini dihasilkan oleh racun yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut. Gejala biasanya muncul dalam 12 hingga 36 jam (dalam rentang minimum dan maksimum 4 jam hingga 8 hari) setelah terpapar.

Bakteri botulinum ditemukan dalam berbagai makanan termasuk sayuran yang diawetkan dengan asam rendah, seperti kacang hijau, bayam, jamur, bit. Kemudian, produk ikan seperti ikan tuna kalengan, ikan yang difermentasi, diasinkan dan diasap. Lalu, produk daging seperti ham dan sosis.

Pencegahan Botulisme pada Makanan

Pencegahan bakteri botulisme di makanan bisa dilakukan melalui persiapan makanan terutama selama pemanasan, sterilisasi, dan kebersihannya. Suhu pendinginan yang dikombinasikan dengan kandungan garam ataupun kondisi asam akan mencegah pertumbuhan bakteri dan pembentukan toksin.

WHO menyarankan tips mengolah makanan supaya terhindar dari botulisme, yaitu:

Menjaga kebersihan

Memisahkan makanan mentah dan matang

Memasak dengan teliti

Menyimpan makanan pada suhu yang aman

Menggunakan air dan bahan mentah yang aman.

Kalau ingin mengetahui lebih banyak mengenai kenapa makanan tertentu bisa menjadi penyebab botulisme, bisa tanyakan langsung ke Halodoc. Dokter-dokter yang ahli di bidangnya akan berusaha memberikan solusi terbaik untukmu. Caranya, cukup download aplikasi Halodoc lewat Google Play atau App Store. Melalui fitur Hubungi Dokter, kamu bisa memilih mengobrol lewat Video/Voice Call atau Chat.

Baca juga:

 

 

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan