Bulimia

Pengertian Bulimia
Bulimia nervosa adalah gangguan makan di mana pengidapnya punya keinginan mengonsumsi makanan dalam jumlah besar sekaligus. Selama episode makan ini, pengidap bulimia tidak punya kendali untuk menghentikannya. Setelah mengonsumsi makanan tersebut, pengidapnya akan merasa malu sehingga ingin melakukan segala cara untuk mengeluarkan makanan yang telah dikonsumsinya.
Pengidapnya dapat memuntahkannya secara paksa, mengonsumsi obat pencahar sampai melakukan diet ekstrem. Gangguan makan yang satu ini sebenarnya masuk dalam kategori gangguan mental. Pemicunya bisa bermacam-macam, mulai dari masalah tentang citra tubuhnya atau depresi.
Kondisi ini ternyata cenderung dialami oleh wanita daripada pria. Penelitian memperkirakan terdapat sekitar 8 dari 100 wanita yang mengidap kelainan ini. Sebagian besar dialami oleh wanita pada usia 16-40 tahun.
Penyebab Bulimia
Tidak diketahui secara pasti alasan seseorang bisa mengalami bulimia. Namun, beberapa faktor risiko terkait masalah psikologis, seperti keinginan memiliki tubuh langsing, kritikan dari orang lain, tuntutan pekerjaan dan juga masalah kesehatan tertentu dapat menyebabkan seseorang mengidap bulimia.
Faktor Risiko Bulimia
Terdapat beberapa faktor yang memicu bulimia nervosa. Faktor tersebut meliputi:
- Masalah psikologis, seperti rendah diri, depresi, stres, ingin selalu tampil sempurna (perfeksionisme), alami gangguan stres pasca trauma (PTSD), serta gangguan obsesif kompulsif (OCD).
- Usia, bulimia lebih sering menimpa remaja hingga dewasa.
- Faktor keturunan, jika salah satu anggota keluarga inti mengidap bulimia, maka seseorang berisiko lebih tinggi untuk mengalami kelainan yang sama.
- Berjenis kelamin perempuan. Menurut penelitian, kondisi bulimia lebih sering dialami oleh wanita ketimbang pria.
- Tuntutan sosial, misalnya remaja yang merasa harus menurunkan berat badan karena terpengaruh teman-temannya.
- Tuntutan profesi, contohnya model yang harus langsing atau atlet yang harus menjaga berat badan dengan ketat.
Gejala Bulimia
Gejala bulimia pada setiap orang bisa berbeda-beda. Namun, indikasi utama bulimia adalah mengonsumsi makanan secara berlebihan, meski pengidap tidak merasa lapar. Hal ini dapat dipicu oleh masalah emosional, seperti stres atau depresi. Setelah makan berlebihan, pengidapnya kemudian merasa bersalah, menyesal, dan membenci diri sendiri, sehingga melakukan segala cara untuk mengeluarkan makannya.
Mereka bisa memaksa memuntahkan makanannya atau menggunakan obat pencahar untuk memicu proses buang air besar. Pengidap bulimia biasanya akan mengalami siklus ini lebih dari dua kali dalam seminggu selama setidaknya tiga bulan. Selain siklus tersebut, bulimia juga bisa menimbulkan gejala berikut:
- Sangat terpaku pada berat badan serta bentuk tubuh.
- Selalu beranggapan negatif terhadap bentuk tubuhnya sendiri.
- Takut gemuk atau merasa kegemukan.
- Sering lepas kendali saat makan, misalnya terus makan sampai sakit perut atau makan dengan porsi berlebihan.
- Enggan makan di tempat-tempat umum atau di depan orang lain.
- Sering bergegas ke kamar mandi setelah makan.
- Memaksakan diri untuk muntah, terutama dengan memasukkan jari ke kerongkongan.
- Memiliki gigi dan gusi yang rusak.
- Berolahraga berlebihan.
- Menggunakan obat pencahar, diuretik, atau enema setelah makan.
- Menggunakan suplemen atau produk herbal untuk menurunkan berat badan.
- Memiliki luka, bekas luka atau kapalan di buku-buku jari atau tangan.
- Mengalami pembengkakan di wajah, pipi, tangan, kaki sampai kelenjar getah bening.
Diagnosis Bulimia
Sebagian besar pengidap bulimia enggan mengatakan kondisi yang mereka alami, karena malu dan membenci dirinya akan perilaku yang mereka lakukan. Kendati demikian, bulimia perlu segera ditangani karena bisa mengancam nyawa. Sebelum mendiagnosis bulimia, dokter akan bertanya kepada pengidap dan keluarganya terkait gejala apa saja yang dialami.
Setelah itu, dokter melanjutkannya dengan pemeriksaan fisik yang dimulai dengan memeriksa kondisi gigi yang rusak atau terkikis akibat paparan asam dalam muntah. Mata juga perlu diperiksa untuk mengetahui apakah terdapat pembuluh darah mata yang pecah. Pasalnya, muntah yang terlalu sering bisa sebabkan pembuluh darah mata menegang dan berisiko untuk pecah.
Pengidap bulimia juga kerap memiliki luka kecil dan kapalan di bagian atas sendi jari, karena sering digunakan untuk memaksa diri agar makanan keluar dari tubuhnya dengan cara dimuntahkan. Tes darah dan urine juga diperlukan untuk memeriksa apakah seseorang alami dehidrasi atau gangguan elektrolit.
Komplikasi Bulimia
Apabila tidak segera ditangani, bulimia bisa memicu komplikasi yang serius dan bahkan berakibat fatal. Frekuensi muntah yang sering terjadi dapat merusak gigi (akibat asam lambung) dan memicu pembengkakan kelenjar air liur. Demikian pula dengan sakit tenggorokan serta bau mulut.
Kekurangan nutrisi juga termasuk komplikasi serius akibat bulimia. Komplikasi ini dapat memicu dehidrasi, sulit untuk hamil karena siklus menstruasi yang tidak teratur, kulit dan rambut yang kering, kuku yang rapuh, gagal ginjal, serta gagal jantung.
Sementara penggunaan obat pencahar yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan pada organ-organ pencernaan serta mengganggu keseimbangan kadar senyawa alami tubuh. Ketidakseimbangan ini berpotensi memicu kelelahan, lemas, detak jantung yang tidak teratur, serta kejang. Risiko komplikasi lain yang bisa dihadapi pengidap bulimia meliputi:
- Pecahnya perut atau kerongkongan.
- Gangguan kebiasaan buang air besar.
- Menurunnya dorongan seks.
- Keinginan bunuh diri akibat depresi, karena memikirkan citra tubuh atau mendapat kritikan dari orang lain.
- Menyakiti diri sendiri.
- Alkohol atau penyalahgunaan narkoba.
- Gastroparesis, di mana perut membutuhkan waktu lama untuk mencerna makanan.
Pengobatan Bulimia
Tujuan pengobatan bulimia adalah menghilangkan perilaku menyimpangnya, seperti mengonsumsi makanan berlebihan dan memuntahkannya. Dokter biasanya akan bekerja sama dengan psikiater dan ahli gizi untuk membantu mengatasi pengidap bulimia. Perawatannya bisa mencakup pemberian obat-obatan yang dikombinasikan dengan terapi.
Ada dua jenis terapi yang dapat dijalani, yaitu terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi interpersonal. Melalui CBT, pengidap bulimia akan dibantu untuk mengenali pemicu bulimia, misalnya pendapat dan perilaku negatif, lalu belajar untuk menggantikannya dengan pemikiran yang positif dan sehat.
Sedangkan terapi interpersonal akan membantu untuk mendeteksi masalah dalam berhubungan dengan orang lain, sekaligus meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi dan menyelesaikan masalah. Untuk mengurangi gejala, penggunaan obat penghambat pelepasan selektif serotonin juga terkadang dikombinasikan dengan terapi.
Pencegahan Bulimia
Sejauh ini tidak ada cara pasti untuk mencegah bulimia. Namun, mengubah gaya hidup menjadi sehat dan mencari bantuan perawatan sesegera mungkin dapat mencegah bulimia semakin memburuk. Tips lain yang mungkin dapat membantu yaitu:
- Tumbuhkan self-love atau mencintai diri sendiri apapun ukuran atau bentuk tubuh yang dimiliki. Bangun kepercayaan diri dengan cara lain selain menampilkan citra tubuh.
- Nikmati makanan keluarga.
- Terapkan gaya hidup sehat seperti rutin berolahraga dan konsumsi makanan sehat.
- Hindari diet, terutama bila melibatkan perilaku pengendalian berat badan yang tidak sehat, menggunakan suplemen penurun berat badan atau obat pencahar.
- Cari bantuan medis apabila mengalami indikator awal gangguan makan. Hal ini dapat membantu mencegah perkembangannya.
Kapan Harus ke Dokter?
Bulimia tidak boleh dianggap sepele. Jika mengalami tanda dan gejala di atas, segera tanya dokter melalui Halodoc untuk mengetahui penyebab dan mendapat penanganan yang tepat. Jangan tunda untuk bertanya soal hal ini agar kondisi yang kamu alami tidak semakin memburuk, download Halodoc sekarang juga!
Referensi:
Johns Hopkins University. Diakses pada 2022. Bulimia Nervosa.
Mayo Clinic. Diakses pada 2022. Diseases and Conditions. Bulimia Nervosa.
Healthline. Diakses pada 2022. Bulimia Nervosa.
WebMD. Diakses pada 2022. Bulimia: Symptoms, Treatments, and Prevention.
Cleveland Clinic. Diakses pada 2022. Bulimia Nervosa.
Diperbarui pada 4 Februari 2022
Topik Terkini
Artikel Terkait





