Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kondisi ini dapat menyerang otak, kelenjar getah bening, sistem saraf pusat, jantung dan tulang belakang. Namun, infeksi TBC paling sering menyerang paru-paru.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), TBC berada di peringkat kedua sebagai penyakit menular yang mematikan. Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah pengidap TB terbanyak di Asia Tenggara. Merujuk data 2012, jumlah pengidap TBC yang mencapai 305 ribu jiwa.
Penyebab Tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis dapat menular lewat semburan air liur ketika pengidap TBC batuk, bersin, bicara, tertawa atau bernyanyi. Meskipun cara penularannya mirip dengan pilek atau flu, TBC tidak menular semudah itu. Kamu perlu berkontak dekat dengan pengidap TBC dalam waktu lama (beberapa jam) untuk bisa tertular penyakit ini.
Selain itu, tidak semua pengidap TBC bisa menularkan penyakitnya. Anak-anak yang mengidap TBC, mereka tidak bisa menularkannya ke anak lain maupun orang dewasa.
Melansir dari Mayo Clinic, sejak 1980an, kasus TBC meningkat drastis akibat infeksi HIV dan pengidap HIV lebih rentan terkena TBC. Namun, mengapa demikian? Simak informasi lengkapnya pada artikel: Orang dengan HIV dan AIDS Berisiko Terkena Tuberkulosis.
- TB yang resisten terhadap obat
Alasan tuberkulosis menjadi salah satu penyebab kematian terbesar yaitu karena meningkatnya strain yang kebal (resisten) terhadap obat. Hal ini terjadi akibat pengidapnya tidak meminum obat sesuai petunjuk atau tidak menyelesaikan pengobatan. Ketika antibiotik gagal membunuh semua bakteri yang menjadi targetnya, bakteri tersebut otomatis menjadi resisten.
Faktor Risiko Tuberkulosis
Semua orang berisiko tertular tuberkulosis. Tetapi, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko penularannya, seperti:
- Melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat mengidap penyakit atau meminum obat-obatan tertentu.
- Bayi dan anak-anak yang sistem kekebalan tubuhnya masih berkembang.
- Orang lanjut usia yang sistem kekebalan tubuhnya mulai menurun.
- Individu yang bepergian ke daerah dengan kasus TBC tinggi.
- Konsumsi alkohol berlebihan yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh.
- Perokok aktif maupun pasif.
- Bekerja di fasilitas kesehatan yang mengharuskan berkontak erat dengan orang sakit.
- Tinggal bersama pengidap TBC.
Gejala Tuberkulosis
Tuberkulosis tidak selalu menunjukkan gejala sakit. Para ahli membedakannya atas kedua jenis TBC, yaitu:
Pada jenis TBC ini, bakteri dalam keadaan tidak aktif sehingga pengidapnya tidak mengalami gejala apapun. Karena itu, jenis laten bersifat tidak menular. Tetapi, kondisinya perlu diobati agar tidak berkembang menjadi TB aktif.
Bakteri TBC dapat menular dan menimbulkan sejumlah gejala setelah infeksi terjadi. Tanda dan gejala TB aktif meliputi:
- Batuk selama tiga minggu atau lebih.
- Batuk darah atau lendir.
- Nyeri dada.
- Penurunan berat badan.
- Kelelahan.
- Demam.
- Keringat saat malam hari.
- Panas dingin.
- Kehilangan selera makan.
Jika menginfeksi organ lain, tanda dan gejalanya bisa bervariasi tergantung organ mana yang terinfeksi. Misalnya, TBC tulang belakang dapat menyebabkan sakit punggung, dan TBC di ginjal dapat menyebabkan urine berdarah.
Apakah Penyakit TBC Berbahaya?
TBC bisa berakibat fatal, tetapi dalam banyak kasus, saat ini TBC dapat dicegah dan diobati sedari awal. Namun, di masa lalu, TBC adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. Berita baiknya, TBC dapat disembuhkan melalui pengobatan yang tepat dan rutin.
Diagnosis Tuberkulosis
Selama pemeriksaan fisik, dokter akan memeriksa kelenjar getah bening untuk mengidentifikasi pembengkakan paru. Jika ada indikasi TBC, dokter perlu melakukan salah satu opsi tes berikut untuk memastikannya:
1. Tes Mantoux
Tes Mantoux atau disebut juga sebagai tuberculin skin test (TST) adalah salah satu alat diagnosis yang paling umum digunakan. Melalui tes ini, zat tuberkulin disuntikkan tepat di bawah kulit lengan. Dalam 48 hingga 72 jam, dokter akan memeriksa pembengkakan pada tempat suntikan. Seseorang dinyatakan positif TBC apabila timbul benjolan merah di area suntikan.
Jika kamu ingin mengetahui lebih dalam mengenai pemeriksaan ini, kamu bisa membaca artikel: Mengenal Tes Mantoux, Pemeriksaan untuk Mendeteksi TBC.
2. Tes darah
Melalui tes ini, dokter dapat mengukur reaksi sistem kekebalan terhadap bakteri TB. Tes darah juga bisa menentukan seseorang memiliki TB laten atau TB aktif.
3. Tes pencitraan
Jika hasil tes mantoux positif, dokter kemungkinan akan merekomendasikan rontgen dada atau CT scan. Melalui tes pencitraan tersebut, dokter dapat mendeteksi perubahan pada paru-paru. Biasanya, infeksi TB akan menunjukan bintik-bintik putih pada paru-paru akibat tertutupnya sistem kekebalan tubuh oleh bakteri TB.
4. Tes dahak
Jika rontgen dada menunjukkan tanda-tanda tuberkulosis, dokter akan mengambil sampel dahak. Sampel digunakan untuk menguji jenis TB yang resisten terhadap obat. Hal ini bisa membantu dokter dalam memilih obat TBC yang paling efektif.
Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan TBC berfokus pada konsumsi obat sesuai anjuran dokter yang dapat berlangsung dari enam hingga sembilan bulan. Selama pengobatan TBC, penting bagi pengidapnya untuk patuh mengonsumsi obat sesuai yang dokter resepkan dan tidak menghentikannya sebelum dokter mengizinkan.
Sebab, jika pengidap TBC berhenti minum obat sebelum waktu yang disarankan, bakteri TBC berisiko kebal terhadap obat. Kondisi ini membuat pengidapnya membutuhkan pengobatan TBC yang lebih lama dengan terapi yang berbeda, dan mungkin lebih berdampak negatif untuk tubuh.
Dokter juga kemungkinan akan menggunakan lebih dari satu obat (kombinasi) untuk pengobatan TBC. Berikut adalah obat-obatan yang dapat dokter resepkan:
- Pirazinamid.
- Isoniazid.
- Rifampisin.
- Etambutol.
- Rifapentin.
Selayaknya jenis obat lainnya, obat TBC juga dapat menimbulkan efek samping, antara lain:
- Warna urine yang menjadi kemerahan.
- Timbulnya gangguan penglihatan.
- Gangguan saraf.
- Gangguan fungsi liver atau hati.
Untuk menghindari efek samping tersebut, dokter akan menyesuaikan jenis, dan dosis pengobatan TBC berdasarkan usia dan keparahan TBC. Khususnya bagi pengidapnya yang masih anak-anak atau ibu hamil. Sementara itu, bagi pengidap TBC yang menjalani puasa, berikut adalah informasi mengenai panduan konsumsinya: Harus Rutin, Begini Aturan Minum Obat TBC Saat Puasa.
Efektivitas pengobatan TBC mungkin memerlukan beberapa minggu sebelum pengidapnya mulai merasa lebih baik. Lamanya waktu pengobatan TBC bekerja akan bergantung pada kesehatan pengidapnya secara keseluruhan dan tingkat keparahan TBC.
Namun, penting untuk terus meminum obat persis seperti yang dokter resepkan dan menyelesaikan seluruh rangkaian antibiotik. Konsumsi obat selama 6 bulan adalah cara terbaik untuk memastikan bakteri TBC mati.
Komplikasi Tuberkulosis
Tuberkulosis bisa fatal apabila tidak segera terobati. Seiring waktu, bakteri dapat merusak organ paru-paru maupun organ lain yang terinfeksi. Komplikasi TBC yang perlu kamu waspadai, antara lain:
- Nyeri punggung adalah komplikasi umum dari tuberkulosis.
- Kerusakan sendi yang mempengaruhi pinggul dan lutut.
- Pembengkakan selaput yang menutupi otak (meningitis). Kondisi ini ditandai dengan sakit kepala yang berlangsung lama (berminggu-minggu).
- Masalah hati atau ginjal.
- Peradangan dan penumpukan cairan pada paru-paru dapat mengganggu kemampuan jantung untuk memompa (tamponade jantung).
Selain itu, tuberkulosis juga dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti erythema nodosum. Untuk informasi lebih lengkap, kamu bisa membaca artikel: Hati-Hati, Tuberkulosis Bisa Sebabkan Erythema Nodosum.
Pencegahan Tuberkulosis
Sampai saat ini sebenarnya tidak ada cara pasti untuk sepenuhnya mencegah penyebaran TB. Namun, ada sejumlah tindakan yang dapat kamu lakukan untuk mengurangi penyebaran penyakit ini:
1. Pemberian Vaksin
Tuberkulosis dapat kamu cegah melalui pemberian vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin wajib dan diberikan sebelum bayi berusia tiga bulan. Vaksin BCG juga dianjurkan bagi anak-anak, remaja, ataupun orang dewasa yang belum pernah menerimanya pada waktu bayi.
2. Diagnosis Sedari Awal
Pencegahan penyebaran TBC akan efektif bila pengidapnya melakukan pemeriksaan dan pengobatan sedari awal. Sebab, pengidap TBC dapat menularkan bakteri kepada 10-15 orang setiap tahunnya.
3. Menjaga Lingkungan Tempat Tinggal
TBC adalah penyakit yang menular melalui udara saat pengidap TBC bersin atau batuk. Risiko infeksi bisa berkurang dengan membuat sistem sirkulasi udara atau ventilasi yang bagus dalam rumah. Sebab, bakteri penyebab TBC dapat mengendap lebih lama dalam rumah apabila sistem ventilasi kurang layak.
4. Jalani Pola Hidup Sehat
Kamu bisa meningkatkan sistem imun dengan menerapkan pola hidup sehat. Misalnya seperti mengonsumsi makanan sehat bergizi seimbang dan rutin berolahraga. Sebab, sistem imun yang baik dapat membantu kamu terhindar dari berbagai macam penyakit, termasuk bakteri penyebab TBC.
Kapan Harus ke Dokter?
Jika mengalami gejala yang mengarah pada TBC, segeralah kunjungi dokter. Ingatlah bahwa penanganan yang cepat dan tepat dapat meminimalisir resistensi bakteri maupun komplikasi fatal yang mengintai. Klik gambar di bawah ini untuk segera konsultasi dengan ahlinya.

Referensi:
Mayo Clinic. Diakses pada 2023. Tuberculosis.
World Health Organization. Diakses pada 2023. Tuberculosis.
National Health Services. Diakses pada 2023. Tuberculosis.
American Lung Association. Diakses pada 2023. Tuberculosis (TB).
TB Alert.org. Diakses pada 2023. Prevention.
NHS. Diakses pada 2023. Treatment.
Diperbarui pada 18 April 2023.